Sleman, DIY - Indonesia Corruption Research (ICR) merilis hasil riset terkait survei persepsi perempuan terhadap korupsi di Indonesia. Sebanyak 46 persen responden atau hampir setengahnya bahkan menilai korupsi sebagai hal biasa atau lumrah. Hal ini terutama di terjadi di kehidupan masyarakat sehari-hari.
"Temuannya adalah 46 persen responden atau hampir setengahnya menjawab setuju, sehingga kami dapat menyimpulkan bahwa bagi kaum perempuan korupsi ini memang hal yang lumrah dan biasa terjadi dalam kehidupan bermasyarakat," kata koordinator ICR Astri Wulandari, Selasa.
Selain itu, sebanyak 31 persen responden menganggap korupsi telah menjadi budaya bangsa Indonesia. "Yang mencengangkan kita bisa menyimpulkan bahwa bagi 31 persen responden perempuan tadi berpendapat bahwa permasalahan korupsi di Indonesia itu membudaya bahkan telah mengakar sehingga menjadi susah untuk dilepaskan," ujar dia.
Survei dilakukan terhadap 1.171 reponden perempuan di 34 propinsi dengan rentang usia 17-45 tahun. Metode survei dilakukan dengan membagikan kuesioner secara daring sehingga didapatkan data secara proporsional sesuai jumlah penduduk perempuan di masing-masing propinsi.
Menurut Astri, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal itu bisa terjadi. Diantaranya, gerakan anti-korupsi belum mengakar kuat di semua lapisan masyarakat.
Selain itu, korupsi juga bukan dianggap sebagai sesuatu yang tabu, sehingga masyarakat tidak malu untuk melakukan korupsi seperti suap atau pungli.
"Sudah tercipta atmosfer atau iklim yang seperti itu sehingga perempuan berani untuk masuk ke dalam dunia seperti itu karena memang bagi mereka di atmosfer kerjanya sudah terbentuk seperti itu," imbuhnya.
Sementara itu, peneliti ICR Catur Nugroho menyebut, terdapat juga responden yang menerima gratifikasi dan tidak melaporkannya sebesar 5,6 persen, kemudian 2,7 persen responden pernah menerima suap, dan 4,9 persen responden pernah melakukan pungutan liar.
"Temuan ini memberikan gambaran bahwa masih cukup banyak perempuan di Indonesia yang melakukan tindakan dan perilaku koruptif di lingkungan kerja dan masyarakat," katanya.
Catur berharap, hasil riset ini perlu mendapatkan perhatian dari seluruh pemangku kepentingan terkait pemberantasan korupsi, terutama pemerintah dan KPK untuk dapat memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi.
“Peran Presiden sangat penting dalam memberikan dukungan dan penguatan terhadap KPK sebagai lembaga anti-korupsi yang menjadi harapan masyarakat” tutupnya. (Andri Prasetiyo/ Buz)
Load more