Jakarta - Polisi terus mendalami kasus kematian janggal satu keluarga di Perumahan Citra Garden, Kalideres, Jakarta Barat. Direktur Reserse Kriminal Umum (Direskrimum) Polda Metro Jaya, Kombes Pol Hengki Haryadi mengatakan, pihaknya menemukan fakta baru dari kasus kematian janggal tersebut.
Hengki mengungkap perkembangan kasus tersebut berdasarkan hasil dari pemeriksaan ponsel dari korban, siapa saja yang pernah dihubungi.
Dia menyebut, pada tanggal 13 Mei 2022 salah satu korban bernama Budianto Gunawan (BG) ingin menggadaikan sertifikat rumah itu kepada koperasi simpan pinjam.
"Ternyata satu orang ini adalah mediator jual beli rumah, ada salah satu saksi kami tidak mau sebutkan namanya. Kemudian dia mengajak rekannya yang sama-sama mediator penjualan rumah. Saat itu salah satu penghuni ataupun yang meninggal di rumah tersebut atas nama Budianto ini menghubungi secara aktif terhadap saksi ini untuk menjual rumah tersebut," kata Hengki.
"Ada hal yang sangat tidak lazim disini pada saat ditemui mediator ini, langsung menyerahkan sertifikat asli. Kemudian karena waktu itu sempat putus asa tidak ketemu siapa pembelinya karena akan dijual seharga 1,2 Miliar akhirnya dikembalikan sertifikat itu kepada almarhum Budiarto ini tetapi ditolak. Disuruh pegang aja," tambahnya.
Lebih lanjut, Hengki menjelaskan bahwa akhirnya pada tanggal 13 Mei 2022 mediator ini bertemu dengan salah satu pegawai koperasi simpan pinjam. Kemudian, sertifikat rumah tersebut diniatkan untuk digadaikan.
Namun, pada saat pegawai koperasi simpan pinjam ini tertarik, mengingat lokasi perumahan ini memiliki NJOP yang tinggi. Sebanyak 3 orang pegawai datang ke sekitar rumah.
"2 mediator, 1 petugas koperasi datang ke depan rumah kemudian sama-sama masuk ke dalam rumah yang menjadi TKP itu. Pada saat itu diterima oleh Budianto," ucap Hengki.
Dikatakannya, ketika para petugas koperasi dan mediator itu memasuki lingkungan rumah, mereka mulai mencium aroma bau busuk. Hal itu pun mereka tanyakan kepada Budianto (salah satu korban).
"Begitu membuka gerbang langsung terasa bau busuk yang luar biasa pada 13 Mei itu. Ditanyakan kepada pihak rumah kok bau seperti ini? Dijawab lupa dibersihkan," paparnya.
Setelah itu, pihak koperasi mengecek sertifikat rumah yang ingin digadai tersebut. Ternyata atas nama Renny Margaretha, salah satu dari empat jenazah yang ditemukan tewas.
"Kemudian masuk ke dalam rumah kemudian diminta perlihatkan sertifikatnya, ternyata sertifikat ini atas nama almarhumah Renny, nyonya Renny Margareta. Ibu dari Dian," ujar dia.
Selanjutnya, untuk memastikan kebenaran sertifikat tersebut. Pegawai koperasi meminta kepada Budianto untuk bertemu dengan Renny.
"Kemudian ditanyakan Ibu Renny ada dimana, sedang tidur di dalam (kamar). Kemudian pegawai koperasi simpan pinjam ini mengajak diantarkan masuk ke dalam kamar Renny," terangnya.
Setelah pintu kamar dibuka, Hengky menjelaskan, berdasarkan keterangan dari pihak koperasi, mereka kembali mencium bau yang lebih busuk.
"Begitu pintu kamar dibuka pegawai ini masuk menyeruak bau yang lebih busuk," ucapnya.
Ketika masuk ke kamar, kondisi di ruangan tersebut lampu dalam keadaan mati. Renny disebut sedang tidur dan lampu tidak boleh dinyalakan lantaran Renny sensitif dengan cahaya.
"Ibunya ini lagi tidur. Tapi jangan dinyalakan lampu karena ibu saya sensitif terhadap cahaya, kata anak atas nama Dian yang turut meninggal di TKP," kata Hengki menirukan percakapan Dian kepada pegawai koperasi.
Saat Renny hendak dimintai keterangan oleh pegawai tersebut terkait sertifikat, ia tidak merespons. Akhirnya pegawai koperasi menyalakan lampu telepon genggamnya (flash). Hengky menyebut petugas tersebut menemukan Renny sudah menjadi mayat.
"Pada saat dibangunkan untuk mengecek sertifikat ini, dipegang-pegang agak gemuk agak curiga, tanpa sepengetahuan Dian, salah satu korban pegawai koperasi simpan pinjam ini menghidupkan flash hp nya begitu dilihat langsung yang bersangkutan teriak takbir 'Allahu Akbar', nah ini sudah mayat di tanggal 13 Mei," terang Hengki. (rpi/ito)
Load more