Jakarta - Dugaan suap dari tambang ilegal di Kalimantan Timur yang diduga menyeret sejumlah petinggi Polri terus menjadi perbincangan publik. Terbaru, dugaan suap dari tambang ilegal itu ternyata sedah diselidiki oleh DivPropam Polri sejak Januari 2022 lalu.
Penyelidikan ini merupakan lanjutan dari adanya laporan informasi Nomor R/LI-5/I/2022/Ropaminal tertanggal 24 Januari 2022. Kemudian penyelidikan dilakukan merujuk pada Surat Perintah Kadivpropam Polri Nomor Sprin/246/I/Huk.6.6/2022, tertanggal 24 Januari 2022, yang saat itu masih dijabat oleh Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Disampaikan kepada jenderal (Kapolri) bahwa Divpropam Polri telah melaksanakan penyelidikan adanya penambangan batubara ilegal di wilayah Polda Kalimantan Timur yang diduga dibekingi dan dikoordinir oleh oknum anggota Polri dan Pejabat Utama Polda Kaltim, dengan temuan adanya pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan oleh oknum anggota Polri dan Pejaat Utama Polda Kaltim," demikian tertulis dalam laporan hasil penyelidikan Nomor R/1253/iv/WAS.2.4./2022/Divproram yang ditujukan ke Kapolri, dikutip Minggu (27/11/2022).
Disebutkan dalam laporan hasil penyelidikan itu bahwa penambangan batubara ilegal di hutan lindung dan di lahan masyarakat tidak memiliki izin usaha penambangan atau IUP. Modusnya, para pengusaha penambangan batu bara ilegal itu memberikan 'fee' kepada pemilik lahan yang berlokasi di Kabupatan Kutai Kertanegara, Bontang, Paser, Samarinda, dan Berau.
Para pengusaha dan penambang batu bara ilegal itu, antara lain, Hakim, Nolan, AAN, Cipto, Adnan, Sutris, Burhan, Sani, Sahli, Ismail Bolong, Muhadi, Irwansyah, Fritz, Arya, Muhsin, dan Muhaimin.
"Sebagian besar hasil penambangan batubara ilegal dijual kepada saudari Tan Paulin dan saudari Leny, yang diduga juga memiliki kedekatan denan PJU Polda Kaltim," demikian bunyi laporan hasil penyelidikan itu.
Meski diketahui adanya aktivitas pertambangan batubara ilegal, namun disebutkan di laporan hasil penyelidikan itu bahwa tidak ada langkah penegakan hukum.
Load more