Jakarta - Ismail Bolong pernah menyebutkan telah memberikan dana Rp6 miliar pada Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dalam kasus setoran tambang ilegal di Kalimantan Timur. Ternyata, dugaan suap dari tambang ilegal itu diduga kuat juga mengalir ke sejumlah pejabat di Polda Kaltim.
Berdasarkan data laporan hasil penyelidikan Nomor R/1253/iv/WAS.2.4./2022/Divproram yang ditujukan ke Kapolri, menyebutkan bahwa ada uang koordinasi yang diberikan dengan jumlah mencapai miliaran rupiah.
"Sejak bulan Juli 2020, para pengusaha dan penambang batubara ilegal memberikan uang koordinasi secara satu pintu melalui Dirreskrimsus atas petunjuk Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Rudolf Nahak, untuk dibagikan kepada PJU Polda Kaltim dan Polres yang wilayah hukumnya ada penambangan batubara ilegal tersebut," demikian bunyi laporan hasil penyelidikan, yang diterima redaksi, Minggu (27/11/2022).
Kemudian, sepanjang Juli 2020 sampai dengan September 2021, uang koordinasi dikelola oleh Dirreskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Bharata Indrayana, dengan sistem pembagian bervariasi, yakni antara Rp30 ribu hingga Rp80 ribu per metrik ton.
Pada bulan Oktober, November dan Desember 2021, uang yang dikelola oleh Dirreskrimsus Polda Kaltim Kaltim yang dijabat oleh Kombes Pol Indra Lutrianto Amstono, dengan sistem pembagian sebagai berikut:
1. Kapolda Kaltim Irjen Pol Herry Rudolf Nahas, besarannya 50 persen, atau senilai Rp 5 miliar.
2. Wakapolda Kaltim Brigjen Pol Hariyanto, besarannya 10 peren, atau senilai Rp 1 miliar.
3. Irwasda Polda Kaltim Kombes Pol Jefrianus, besarannya 8 persen, atau senilai Rp800 juta.
4. Dirintelkam Polda Kaltim Kombes Pol Gatut, besarannya 6 persen, atau senilai Rp600 juta.
5. Dirpolairud Polda Kaltim Kombes Pol Tatar, besarannya 6 persen, atau senilai Rp600 juta.
6. Dirreskrimsus Polda Kaltim Kombes Pol Indra Lutrianto Amstono, besarannya 6 persen, atau senilai Rp600 Juta.
7. AKBP Era Joni (Mantan Kasubdit Tipidter) kemudian digantikan AKBP Bimo Aryanto, besarannya 5 persen, atau senilai Rp500 juta.
8. Kapolres yang wilayah hukumya terdapat kegiatan penambangan batubara ilegal (Polres Kukar, Polresta Samarinda dan Polres Paser), besarannya 6 persen, atau senilai Rp600 juta.
Diketahui, penyelidikan ini merupakan lanjutan dari adanya laporan informasi Nomor R/LI-5/I/2022/Ropaminal tertanggal 24 Januari 2022. Kemudian penyelidikan dilakukan merujuk pada Surat Perintah Kadivpropam Polri Nomor Sprin/246/I/Huk.6.6/2022, tertanggal 24 Januari 2022, yang saat itu masih dijabat oleh Irjen Pol Ferdy Sambo.
Hingga berita ini diturunkan, redaksi belum mendapatkan respon dari Mabes Polri mengenai laporan hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Divpropam Polri ini.
Diketahui, Ismail Bolong pernah menyebutkan telah memberikan dana Rp6 miliar pada Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto dalam kasus setoran tambang ilegal di Kalimantan Timur.
Pernyataan Ismail Bolong langsung mencuat ke publik dan dipertanyakan banyak pihak.Akan tetapi, Ismail Bolong akhirnya menyampaikan klarifikasi, dan meminta maaf terkait video yang ramai beredar itu.
Setelah isu itu ramai diperbincagkan, dugaan adanya aliran dana ke Mantan Kapolda Kaltim juga santer disuarakan oleh Mantan Kepala Biro Pengamanan Internal (Karopaminal) Divpropam Polri Hendra Kurniawan semasa masih aktif sebagai polisi.
Hendra mengaku turun langsung mengusut kasus itu. Hendra pula yang memeriksa Ismail Bolong dan membuat laporan hasil pemeriksaan (LHP) untuk dilaporkan ke Ferdy Sambo selaku kepala Divpropam Polri.
"Itu, kan, ada semua bukti-bukti," kata Hendra saat dikonfirmasi awak media di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Kamis (24/11/2022).
Sementara itu, Kabareskrim Polri Komjen Pol Agus Andrianto membantah ucapan Aiptu Ismail Bolong dan beredarnya laporan hasil pemeriksaan (LHP) DivPropam yang menyebut dirinya menerima setoran dari hasil tambang ilegal di Kalimantan Timur.
“Saya mempertanggungjawabkan seluruh pekerjaan saya kepada Allah SWT, sesuai arahan Bapak Presiden kepada Kapolri dan tuntutan masyarakat yang sedemikian cerdas,” kata Agus dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat.
"Saya ini penegak hukum, ada istilah bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, maklumlah kasus almarhum Brigadir Yoshua aja mereka tutup-tutupi," lanjutnya.(ant/ito)
Load more