Jakarta, tvOnenews.com - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyampaikan gempa Cianjur, Jawa Barat merupakan patahan baru yang dinamakan Patahan Cugenang.
"Berdasarkan hasil analisis focal mechanism serta memerhatikan posisi episenter gempa utama dan gempa susulan, dapat diketahui bahwa patahan pembangkit gempa bumi Cianjur merupakan patahan baru," ujar Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya berdasarkan analisis mekanisme pergerakan patahan dan episenter gempa utama serta susulan, Patahan Cugenang itu mengarah ke N 347 derajat timur dan kemiringan (dip) 82,8 derajat dengan mekanisme gerak geser menganan (dextral stike-slip).
BMKG merekomendasikan pemukiman di daerah seluas 8,09 kilometer persegi dengan hunian sekitar 1.800 rumah yang berada di dalam zona bahaya patahan geser Cugenang, meliputi sebagian Desa Talaga, Sarampad, Nagrak, dan Cibulakan untuk direlokasi.
"Berdasarkan zona bahaya tersebut di atas, maka area yang terdokumentasi untuk direlokasi adalah area seluas 8,09 KM2 dengan hunian sebanyak kurang lebih 1.800 rumah yang berada di dalam zona bahaya patahan geser Cugenang, meliputi sebagian Desa Talaga, Sarampad, Nagrak, Cibulakan," tutur Daryono.
"Zona bahaya merupakan zona yang rentan mengalami pergeseran atau deformasi, getaran dan kerusakan lahan, serta bangunan," katanya.
Daryono juga mengatakan bahwa gempa Cianjur merupakan jenis gempa tektonik kerak dangkal.
"Hasil monitoring BMKG hingga Kamis (8/12/2022), pukul 12.00 WIB telah terjadi sebanyak 402 kali gempa susulan yang makin melemah secara fluktuatif, dengan frekuensi kejadian makin jarang. Magnitudo terbesar 4,3 dan terkecil 1,0," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati meminta agar zona-zona yang direkomendasikan direkolasi itu sebaiknya tidak dibangun pemukiman.
"Zona bahaya itu dikosongkan dari hunian, tetapi bisa untuk dimanfaatkan untuk non hunian misalnya untuk persawahan, area resapan, konservasi, dihutankan, tapi jangan dibangun rumah lagi," tuturnya.
Patahan Cugenang selama ini belum teridentifikasi
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan selama ini Patahan Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, belum teridentifikasi.
"Jadi di Indonesia ini sudah identifikasi 295 patahan aktif. Namun patahan Cugenang yang ini belum termasuk yang teridentifikasi. Jadi ini yang baru saja ditemukan atau teridentifikasi," kata Dwikorita dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Kamis (8/12/2022).
Dwikorita mengatakan zona Patahan Cugenang menjadi penting untuk diperhatikan lantaran harus dikosongkan apabila ada yang akan melakukan rekonstruksi atau pembangunan ulang kembali bangunan.
"Jadi kalau membangun kembali, belum tahu patahan yang ada di mana. Dikawatirkan zona yang patah atau bergeser itu akan dibangun lagi, dan kurang lebih 20 tahun kemudian akan runtuh lagi," ungkap Dwikorita.
Sehingga menurut Dwikorita, penemuan atau penetapan zona patahan ini sangat vital dalam mendukung pembangunan kembali rumah-rumah yang telah rusak.
Menurutnya salah satu dasar pertimbangan untuk menentukan strike, atau patahan, adalah rupture atau pecahnya permukaan tanah yang lurus atau sebagai manifestasi dari perpotongan bidang patahan dengan permukaan lintasan.
Menurut Dwikorita strike ini yang harus diwaspadai, dan dihindari saat membangun kembali. Sebab patahannya merupakan patahan aktif yang baru teridentifikasi.
Berdasarkan mekanisme gempa-gempa susulan yang direkam oleh sensor-sensor BMKG, sampai sekarang sudah lebih dari 400 kali kejadian gempa susulan.
Patahan yang digambarkan dengan garis putus-putus tegak lurus dari Desa Nagrak hingga Desa Ciherang ke arah timur laut adalah jalur yang nantinya harus kosong dari hunian, dan tidak boleh dibangun lagi.
Sebab jika terjadi gempa susulan kurang lebih 20 tahun lagi, bangunan-bangunan di sekitar lokasi patahan akan terdeformasi dan bisa mengalami getaran yang kuat hingga runtuh.
"Jadi itu zona yang harus dikosongkan adalah sepanjang garis putus-putus ini, dan ke kanan dan ke kiri kurang lebih 300-500 meter," kata Dwikorita.(ant/muu)
Load more