Jakarta - Tim advokasi untuk Kemanusiaan (Tanduk) melaporkan dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Komnas HAM terkait dengan kasus matinya anak korban tragedi obat beracun yang mengakibatkan gagal ginjal.
"Kami menilai para korban tidak mendapatkan keadilan. Mereka hanya mendapatkan pelayanan BPJS, seharusnya Menkes dan BPOM bertanggung jawab atas kasus ini," ujar Awan kepada wartawan, Jumat (09/12/2022).
Awan mengatakan para korban tidak mendapatkan pelayanan yang seharusnya menjadi Kasus Luar Biasa (KLB).
"seharusnya pelayanan korban menjadi gratis seperti teknis KLB. Namun perhatiannya sangat minim," terangnya.
Dirinya juga menyayangkan harusnya kasus tercampurnya racun harus menjadi Kejadian Luar Biasa sehingga penanganannya akan lebih cepat. Iya juga meminta kepala BPOM dan Menkes agar bertanggung jawab.
"Tanggung jawab tidak ada dari Menkes maupun Kepala BPOM yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut," tegasnya.
Pihaknya pun selanjutnya akan menyerahkan berkas dari para korban kepada Komnas HAM untuk selanjutnya dilanjutkan penyelidikan.
"Kami meminta Komnas HAM untuk melakukan penyelidikan" tuturnya.
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan perkembangan kasus obat sirop berbahaya yang beredar di Indonesia. BPOM mengumumkan ada dua perusahaan farmasi nakal yang menggunakan zat kimia pelarut tidak sesuai ketentuan sehingga berpotensi membahayakan konsumen.
"Ada dua industri farmasi yang sudah kita dapatkan cukup bukti, yaitu PT Samco Farma dan PT Ciubros Farma," ujar Kepala BPOM Penny Lukito, dalam konferensi pers pada Rabu (9/11/2022).
Penny menjelaskan, berdasarkan hasil pengujian bahan baku dan produk jadi, kedua perusahaan farmasi itu menggunakan senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang tidak memenuhi persyaratan karena melebihi ambang batas aman yang ditentukan.
Sesuai Farmakope dan standar baku nasional yang diakui, ambang batas aman atau Tolerable Daily Intake (TDI) untuk EG dan DEG adalah sebesar 0,5 mg/kg berat badan per hari. Lebih dari itu, obat bisa berbahaya bagi ginjal pasien.(jsa/ppk)
Load more