Jakarta, tvOnenews.com - Ombudsman Republik Indonesia meminta kepada Kementerian Kesehatan untuk menetapkan kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) sebagai kejadian luar biasa (KLB).
Sebab, hingga saat ini Menteri Kesehatan belum menetapkan kasus gagal ginjal akut sebagai KLB. Hal itu menyebabkan pasifnya respons pemerintah dalam menindaklanjuti kasus ini.
Robert mengatakan, hasil dari investigasi tersebut telah disampaikan secara langsung kepada Kementerian Kesehatan dan BPOM untuk melaksanakan tindakan korektif.
Menurut dia, terjadi tindakan maladministrasi oleh Menkes.
"Tidak kompetennya Menkes terimplikasi dari belum ditetapkannya GGAPA pada anak sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB)," katanya.
Sehingga, menurut dia, berdampak pada pemerintah menindaklanjuti kasus ini sebagaimana standar kebijakan dan standar pelayanan dalam penanganan KLB.
Selanjutnya, Robert menyebut, terjadi tindakan maladministrasi oleh Menkes.
"Tidak kompetennya Menkes dalam pengendalian penyakit tidak menular dengan pendekatan surveilan faktor risiko, registri penyakit (pendataan dan pencatatan) dan surveilan kematian mengenai GGAPA pada anak," terangnya.
Selain itu, Robert menyoroti tindakan maladministrasi Kemenkes juga terjadi dalam melakukan pengawasan kesehatan.
"Tidak kompetennya Kemenkes dalam melakukan pengawasan kesehatan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota sesuai Permenkes Nomor 10 Tahun 2018 Tentang Pengawasan di Bidang Kesehatan, agar dapat dilakukan mitigasi awal mengenai GGAPA pada anak," paparnya.
BPOM Lalai Awasi Obat Sirup
Ombudsman telah melakukan investigasi terkait dugaan maladministrasi pada penanggulangan kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) pada anak dan pengawasan obat sirop oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menjelaskan hasil temuan Ombudsman terkait BPOM, yakni BPOM lalai dalam melakukan pengawasan obat sirup.
"Proses peredaran obat sirop mengandung EG dan DEG yang melanggar aturan ambang batas tidak terawasi oleh BPOM," ungkap Robert.
Dia menyebut, kelalaian tersebut lah yang menjadi penyebab utama kasus GGAPA yang semakin menambah korban jiwa.
"Sehingga, obat tersebut terdistribusi dan dikonsumsi oleh masyarakat yang menjadi penyebab GGAPA pada anak," ungkapnya.
Kemudian, lanjut Robert, Ombudsman menemukan bahwa BPOM tidak optimal dalam mengawasi kegiatan Farmakovigilans dan kepatuhan industri farmasi terhadap aturan Farmakovigilans yang baik.
Untuk itu, Ombudsman memberikan tindakan korektif kepada Menkes dan Kepala BPOM terkait permasalahan GGAPA pada anak.
"Ombudsman meminta agar Menkes menyampaikan informasi kepada publik untuk menjamin terpenuhinya hak informasi kesehatan berupa penyebab GGAPA sebagai akibat dari kandungan EG dan DEG dalam obat sirop," tegasnya.
Selain itu, kata Robert, pihaknya juga meminta Menkes untuk melaksanakan sosialisasi secara masif dan terukur kepada seluruh Faskes dan Nakes tentang tata laksana dan manajemen klinis penanganan GGAPA.(rpi/muu)
Load more