Terdakwa Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E merasa ketakutan dan emosinya memuncak saat menerima perintah dari Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat pada 8 Juli 2022 lalu.
Hal itu terungkap lewat kesaksian dari Ahli Psikologi Forensik, Reni Kusumowardhani. Reni dihadirkan menjadi saksi untuk terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dalam sidang kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Rabu 21 Desember 2022.
Pada awalnya, tim penasihat hukum Bharada E bertanya ke Reni terkait analisis psikologi kejiwaan kliennya saat Ferdy Sambo memerintahkan untuk menembak Brigadir Yosua. Sebab, dalam kesaksiannya, Bharada E mengaku pikirannya kacau dan takut ditembak jika tak menuruti perintah eks Kadiv Propam Polri tersebut.
"Jadi, ada kondisi kebatinan yang membuat dia takut, pertanyaan kami, bagaimana kondisi psikologi terhadap kejiwaan Bharada E pada detik-detik sebelum terjadinya penembakan yang dilakukan terhadap Yosua, khususnya ketika saudara FS perintahkan dia dengan kata-kata 'woy kau tembak cepat, cepat kau tembak' itu bagaimana kondisi psikologis dia, mohon dijelaskan," kata penasihat Hukum Bharada E yang melansir dari VIVA.
"Kondisi psikologis saat itu diakuinya dalam keadaan ketakutan oleh saudara Richard Eliezer. Di dalam kondisi ketakutan itu ada satu kondisi emosi yang memuncak, nah kalau kita bicara pada emosi, emosi itu bisa mengarahkan perilaku seseorang. Reaksi emosional di otak dapat mengaktivasi daerah otak lain untuk mulai aktivitas perilaku," ucap Reni.
Rasa takut itu, kata Reni, juga diperkuat dengan ciri kepribadian Bharada E yang cenderung mematuhi pemilik otoritas. Menurut Reni, sikap patuh yang dimiliki Bharada E ini efeknya merusak.
"Dalm hal ini padan kondisi Richard, ketakutan yang luar biasa namun ciri kepribadiannya yang belum matang, keputusan perilakunya mematuhi. Ini yang disebut sebagai obedience destruktif, jadi ada kepatuhan yang efeknya memang merusak," ucapnya.
Load more