Jakarta – Berbagai spekulasi baru muncul sejak ahli psikologi forensik Reni Kusumowardhani dihadirkan di persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J pada Rabu (21/12/2022). Salah satunya terkait alasan Putri Candrawathi masih bisa menemui Brigadir J pasca dugaan pelecehan sosial yang dialaminya.
“Mohon bisa ahli jelaskan, mengapa bisa seseorang menjadi korban kekerasan seksual kemudian dalam dalam beberapa waktu menemui kembali pelakunya?” tanya kuasa hukum Putri Candrawathi.
Ahli psikologi forensik pun lantas mengatakan bahwa pada rape trauma syndrome atau sindrom perempuan yang mengalami kekerasan seksual hingga perkosaan ada fase-fase tersendiri yang dialami.
Putri Candrawathi dan kuasa hukumnya selama di persidangan (Tangkapan layar tim tvOne)
Fase pertama adalah fase express atau mengekspresikan kemarahannya. Yang kedua adalah fase control yang biasanya fase ini berhubungan dengan kepribadian tertentu. Seseorang dengan fase kontrol ini umumnya berusaha menekan rasa marah dan rasa malunya pasca mengalami kekerasan seksual.
Sementara fase ketiga adalah shock disbilief atau menjadi sulit berkonsentrasi atau sulit untuk mengambil keputusan. Menurut pendapat ahli psikologi dari ketiga fase tersebut Putri Candrawathi lebih condong mengalami fase control.
“Nah, yang terjadi pada Ibu PC (Putri Candrawathi) berdasarkan teori ini lebih sesuai dengan respon yang kontrol. Jadi seolah tidak ada emosi apa-apa, seolah-olah tidak terjadi apa-apa, itu merupakan satu bentuk defence mekanisme untuk bisa tetap tegar,” ungkap saksi ahli.
Saksi ahli juga menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki pilihan untuk ‘mengontrol’ diri pasca mengalami pelecehan seksual umumnya memiliki support system yang baik.
“Nah, kontrol ini bisa terjadi apabila dia memiliki support system yang cukup baik. Pada Ibu PC, Ibu Putri ini memiliki support system yang cukup. Di saat ada ajudan, ada orang-orang yang cukup bisa diandalkan untuk memberikan pengamanan maka ada keputusan-keputusan dari dirinya sendiri dengan menekan rasa malu, marah, takutnya tadi,” ungkap saksi ahli psikologi forensik.
Putri Candrawathi berpotensi alami tonic immobility
Pada persidangan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, didatangkan saksi ahli psikologis forensik, Reni Kusumowardhani. Selama bersaksi di persidangan, saksi ahli ini juga ditanyai terkait Putri Candrawathi.
Selain sifat Putri Candrawathi menurut pandangan psikolog, Reni Kusumowardhani juga ditanyai terkait dugaan pelecehan seksual yang dialami oleh Putri Candrawathi.
Pasalnya, ahli psikologi forensik menulis bahwa tipologi kepribadian yang dimiliki Putri Candrawathi berisiko mengalami tonic immobility. Hal tersebut pun lantas diulas oleh tim kuasa hukum Putri Candrawathi.
“Beranjak ke hasil Apsifor saudara ahli halaman 151 mengenai tonic immobility. Mohon bisa ahli jelaskan mengenai apa itu tonic immobility, dan seberapa sering dalam penelitian ahli hal ini ditemukan,” tanya pengacara Putri Candrawathi.
Menjawab hal tersebut ahli psikologi forensik lantas menjelaskan bahwa tonic immobility merupakan suatu respon di mana seseorang saat berada di dalam situasi yang menegangkan atau menakutkan justru merespon dengan diam saja atau tidak melakukan apa-apa.
“Tonic immobility ini satu respon di mana seseorang di dalam situasi menegangkan, menakutkan itu justru responnya itu tidak melakukan apa-apa. Tidak berteriak, tidak kemudian lari, tidak melawan, itu adalah tonic immobility,” jelas Reni Kusumowardhani.
Penyebab seseorang mengalami tonic immobility ini bisa berbeda-beda, mulai dari situasi yang mengagetkan dan ketidaksiapan dari situasi yang mengagetkan. Bukan hanya itu, ahli psikologi pun juga mengatakan bahwa ada kepribadian tertentu yang berpotensi alami tonic immobility lebih kuat.
Lebih lanjut, Reni Kusumowardhani juga mengatakan bahwa tipe kepribadian Putri Candrawathi memang berpotensi kuat untuk alami tonic immobility ketika terjadi kekerasan seksual.
“Kepribadian tertentu itu memang bisa ke arah tonic immobility yang lebih kuat dibanding pada kepribadian-kepribadian yang lain. Nah, pada kepribadian ibu PC ini memang berpotensi kuat untuk terjadi immobility saat terjadinya kekerasan seksual, berelasi dengan tipologi kepribadiannya,” terang ahli psikologi forensik.
Melihat hal tersebut, tim penasihat hukum Putri Candrawathi juga bertanya apakah tonic immobility bisa menjadi bentuk dari survival mode atau mode pertahanan diri. Ahli psikologi forensik lantas menjawab bahwa tonic immobility memang bisa dihubungkan dengan survival mode.
“Ya, betul. Jadi respon itu ada yang flight, ada yang fight, ada yang freeze. Nah, ini termasuk yang freeze,” ungkap Reni Kusumowardhani. (Lsn)
Load more