Romo Franz Magnis Suseno (Antara/Puspa Perwitasari)
Ia sudah bulat untuk menjadi aktivis gereja. Franz Magnis sudah mengucapkan tiga kaul seorang biarawan Katolik : taat (kepada atasan), wadat (tidak kawin dan tidak aktif secara seksual), dan miskin (tidak memiliki sesuatu secara pribadi).
Pada tahun 1960, ia memberitahu bahwa lamarannya ke Indonesia dipenuhi dan kedua orang tuanya berat untuk melepaskan anak sulungnya ini. Romo Magnis pun kemudian datang ke Indonesia karena ingin belajar di Yogyakarta tentang filsafat dan teologi.
Tinggal di Yogyakarta mengharuskan Franz Magnis harus belajar bahasa Jawa. Pada tahun 1967, ia diangkat menjadi imam (pastor) dan prosesi pentahbisannya dihadiri oleh kedua orang tuanya yang datang dari Jerman.
Namun, pada tahun 1977, kabar berat menerpa keluarga mereka, Ayah Franz Magnis dikabari bahwa anaknya bukan warga Negara Jerman lagi, dan menjadi Warga Negara Indonesia (WNI).
Seminggu setelah menjadi WNI, Romo Magnis mengembalikan paspor ke kedutaan Jerman. Ia juga menambahkan nama ‘Suseno’ di belakang namanya. Sejak itulah ia mencurahkan perhatian dan kepeduliannya terhadap Indonesia.
Load more