Jakarta, tvOnenews.com - Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) menyatakan dirinya ditugaskan oleh Ketua Umum Megawati Soekarnoputri untuk menemui Presiden Jokowi.
Pertemuan dengan Jokowi itu berlangsung pada 2 Januari 2023 kemarin. Hasto mengatakan agenda itu dalam rangka HUT ke-50 PDIP yang digelar pada 10 Januari 2023.
Dia menambahkan pada 10 Januari 2023 nanti akan ada dua agenda yang digelar secara outdoor dan indoor. Agenda outdoor bersama satgas dan Baguna PDIP.
Lebih lanjut, dia mengatakan pihaknya sampai saat ini belum menentukan siapa saja parpol yang akan diundang dalam HUT tersebut.
"Terkait siapa saja yang akan diundang itu nanti akan dilakukan finalisasi lebih lanjut, sekarang baru tanggal 3 Januari," kata Hasto.
Menurutnya, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat ini tengah berdiskusi dengan ranting-ranting partai, Pimpinan Anak Cabang (PAC), satuan tugas, dan Badan Penanggulangan Bencana (Baguna) PDIP.
"Mengingat proses komunikasi politik telah dijalankan sangat baik di dalam seluruh level dan acara HUT partai ini bagi Ketum Megawati karena perjalanan partai yang begitu panjang," pungkas Hasto.
PDIP Buka Suara soal Pernyataan Sikap 8 Partai
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto buka suara ihwal 8 fraksi parpol parlemen yang membuat pernyataan sikap menolak sistem pemilu proporsional tertutup.
"Kami ingin mendorong mekanisme kaderisasi di internal partai. Kita bukan hanya partai yang didesain untuk menang pemilu, tapi sebagai partai yang menjalankan fungsi kaderisasi pendidikan politik, memperjuangkan aspirasi rakyat menjadi kebijakan publik," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (3/1/2023).
Dia menjelaskan Pemilu tertutup bisa menghemat biaya di tengah ketidakpastian global serta ancaman inflasi.
"Dari kalkulasi yang kita lakukan, pada 2004 kan ada 3 pemilu, pemilu legialatif, pilpres putaran pertama, pilpres putaran kedua, itu biayanya sekitar Rp3,9 triliun," jelasnya.
"Kalo dengan inflasi 10 persen saja ditambah dengan adanya Bawaslu dan sebagainya, itu perkiraan Rp31 triliun," sambung Hasto.
Selain itu, Hasto juga menyebut pemilu tertutup juga bisa menekan kecurangan serta kelelahan dari sisi penyelenggara.
"Yang penting kami bisa mendorong kaum akademisi dari perguruan tinggi, tokoh-tokoh agama misalnya, tokoh-tokoh purnawirawan, itu dengan mekanisme proporsional tertutup lebih memungkinkan bagi mereka untuk didorong terpilih," ujarnya.
Menurut Hasto, proporsional terbuka lebih melihat popularitas caleg. Sedangkan, tertutup lebih melihat kepada kompetensi caleg tersebut.
"Jadi proporsional tertutup itu basenya adalah pemahaman terhadap fungsi-fungsi dewan. Sementara kalo terbuka adalah populatitas," tandas Hasto. (saa/muu)
(saa/muu)
Load more