Jakarta - Anggota Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menolak tegas kebijakan jalanan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP).
"ERP saya tolak, karena bagaimana pun ini bukan solusi. Saya menolak bukan berat menolak membabi buta, tidak. Artinya jangan melihat ERP ini kalau diberlakukan seperti sebuah prestasi, bukan prestasi, justru ini beban untuk rakyat," kata Gilbert, di Gedung DPRD DKI Jakarta, dikutip pada Selasa (17/1/2023).
Kita juga melihat bahwa ini diberlakukan di negara maju, lanjutnya, tetapi tidak semua negara maju memberlakukan. Karena apa? Mereka juga punya perhitungan sendiri.
Politikus PDIP ini menyebut, bahwa prestasi pada bidang transportasi ketika dapat menjangkau seluruh jalur, baik pada TransJakarta, MRT, LRT, hingga KRL.
"Harusnya yang menjadi prestasi adalah transportasi publik yang menjangkau seluruh jalur, ini MRT kan baru satu jalur. Kaya ular memanjang, bukan kaya laba-laba," ketus Gilbert.
Kendati pada masa kepemimpinan Anies Baswedan, telah disepakati tarif integrasi tiga moda transportasi yakni TransJakarta, MRT, dan LRT, dengan ongkos termahal sebesar Rp 10.000.
Namun, pria kelahiran Sumatera Utara ini mengatakan, kebijakan tarif integrasi saja tidak berjalan lancar, namun mengapa ingin menetapkan kebijakan ERP.
"Kita sudah menyetujui tarif integrasi tapi belum berjalan dengan baik. Apalagi itu? Kenapa mesti ERP. Kalau kemarin ada 25 jalur, ini kan ERP 25 jalur, apa yang terjadi dengan masyarakat? Berapa kemudian dia dapat? Siapa yang mengelola?" pungkas dia. (ags/mii)
Load more