Kepala Pusat Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani Badan Karantina Pertanian (Barantan) Wisnu Wasesa Putra menjelaskan peran otoritasnya terkait kegiatan ekspor sarang burung walet ke China.
Penandatanganan itu dilakukan pada tahun 2012 oleh Menteri Pertanian Suswono.
“Untuk pertumbuhan ekspor hingga tahun 2022, kapasitas ekspor ke China dan luar China sudah mencapai 1.502 ton,” kata Wisnu dalam keterangan persnya yang diterima tvonenews.com, Jumat (21/1/2023).
Selama ini, lanjut Wisnu, pihak GACC menerapkan empat persyaratan yang menjadi penguatan teknis ekspor sarang burung walet.
Salah satunya adalah standar dari produk sarang burung walet harus bebas dari kontaminasi mikrobiologi, fisik, dan kimia.
“Terkait juga nitrit yang dibatasi maksimal 30 dbm, kemudian juga melalui standar pemanasan untuk menghilangkan adanya kontaminan virus afian influenza yang ada pada sarang burung walet,” terang Wisnu.
Tugas Barantan dalm hal ini melakukan pengawasan dan pendaftaran agar komoditas sarang burung walet yang diekspor sesuai dengan ketentuan protokol GAAC, otoritas karantina dan cukai di China.
Sebelumnya Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mengaku curiga dengan adanya oknum pengusaha sarang burung walet yang melakukan praktik ilegal penjualan kuota secara besar-besaran.
Sudin mengingatkan agar perusahaan-perusahaan sarang burung walet di Indonesia harus mengikuti protokol yang berlaku jika ingin melakukan proses ekspor China.
Kesepakatan itu baik antara pemerintah Indonesia dan China melalui proses audit Barantan dan General Administration of Customs of the people’s Republic of China (GACC).
Namun, ia menduga terdapat oknum perusahaan sarang burung walet yang memanipulasi data produksi pabrik fiktif guna memonopoli kuota ekspor ke China.
“Terjadi kebohongan luar biasa. Bahkan GACC membuat surat peringatan Tiongkok tentang pelanggaran protokol label atau jasa titip,” ungkap Sudin dalam Rapat Kerja Komisi IV DPR RI, dengan Mentan Syahrul Yasin Limpo di DPR RI pada Senin (16/1/2023).
“Yang saya tanyakan, konon perusahaan A kemampuan produksinya dua ribu tapi kenapa dikasih 20 ribu. Yang 18 ribu dari mana? Dari langit?,” tegas Sudin.
Menurut Sudin, praktik menyimpang itu dapat merugikan negara karena Indonesia akan kehilangan kuota ekspor. Dengan begitu Indonesia terancam kehilangan pemasukan dari sektor ekspor.
Load more