Bandar Lampung, tvOnenews.com – Vonis terhadap Ferdy Sambo, terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, bisa berbeda dari tuntutan jaksa.
Sebab, hakim memiliki kebebasan dalam menentukan pemidanaan sesuai dengan pertimbangan hukum dan hati nuraninya.
Pakar Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Fathul Mu’in mengatakan secara normatif tidak ada satu pasal pun dalam KUHAP yang mewajibkan hakim dalam memvonis terdakwa sesuai dengan penuntut umum.
Sehingga, dalam kasus Ferdy Sambo, hakim bisa memutus sesuai dengan tuntutan jaksa, yakni seumur hidup, bisa lebih berat menjadi hukuman mati atau bisa juga putusannya lebih ringan dari tuntutan jaksa.
"Karena hakim memang diberikan kebebasan dalam memutus perkara sesuai dengan pertimbangan hukum dan hati nurani mereka," kata dia, Senin (23/1/2023).
Pakar Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung Fathul Mu’in. Dok: Pujiansyah/tvOne
Dengan demikian, lanjut Fathul, sangat mungkin putusan hakim berbeda dengan tuntutan jaksa, yakni vonis yang dijatuhkan hakim mungkin sama, lebih rendah atau bahkan lebih tinggi dari tuntutan jaksa.
"Termasuk dalam perkara Richard Eliezer alias Bharada E yang dituntut 12 tahun. Nanti vonisnya bisa lebih ringan dari tuntutan jaksa. Terlebih masih ada pledoi. Kita tunggu saja," jelasnya.
Terkait isi tuntutan jaksa, Fathul yang juga Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara UIN Raden Intan Lampung tersebut menilai tuntutan penjara seumur hidup terhadap Ferdy Sambo sudah tepat dan memenuhi nilai keadilan.
Sebab, hukuman seumur hidup berarti mengurung seseorang dari sejak awal penahanan sampai meninggal dunia.
Sehingga, walau tidak divonis mati, kemerdekaan Ferdy Sambo telah diambil sampai ajal menjemput.
"Kalau kita lihat sebenarnya, hukuman seumur hidup adalah alternatif dari hukuman mati. Karena hukuman mati juga masih menjadi perdebatan di masyarakat," tegasnya. (puj/nsi)
Load more