Jakarta, tvOnenews.com - Bos PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng mengungkapkan keseriusannya mengolah lahan menjadi kebun sawit di daerah Indragiri Hulu (Inhu) Riau.
Dibeberkan Surya Darmadi, syarat untuk mendapat HGU yakni harus menanam sawit lebih dulu di lahan tersebut.
Ini disampaikan Surya kepada majelis hakim saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hari ini.
Surya merupakan terdakwa perkara dugaan korupsi terkait alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau.
"Saya mau kasih masukan kepada Yang Mulia, kalau kita belum tanam, HGU tidak mau keluar Pak. Jadi kalau kita belum tanam sawit di lapangan, BPN tidak mau terbit HGU," kata Surya, Senin (30/1/2023).
Hakim Fahzal Hendri merasa heran dengan aturan tersebut. Sebab, sepengetahuan Fahzal, lahan baru boleh diolah setelah terbit HGU.
"Sebetulnya ketentuannya itu kalau belum keluar HGU, tidak boleh diolah, ini malah terbalik sekarang," ucap Hakim Fahzal.
Surya pun menjelaskan bahwa aturan tersebut diterbitkan untuk mengetahui keseriusan pengusaha dalam membangun lahan.
"Iya tapi setahu saya begitu. Jadi dia lihat ini perusahaan ini ada keseriusan Pak, untuk bangun kebun, bukan jual izin," ungkapnya.
Hakim kemudian mencatat keterangan Surya tersebut. Sebab, menurut hakim, hal itu yang kemudian menjadi masalah hingga saat ini.
Di mana, kata hakim, izin HGU anak usaha PT Duta Palma Group belum terbit padahal sudah sekian lama.
"Oke nanti saya balik, itu Banyu Bening Utama, Siberida Subur, Panca Agrolestari, sudah sekian lama kenapa enggak keluar HGUnya, nah siapa yang salah?," ungkap Hakim Fahzal.
Lebih lanjut, hakim juga mengonfirmasi ihwal kelanjutan aturan tersebut. Surya menjelaskan bahwa setelah lahan di daerah Indragiri Hulu ditanami, barulah anak usahanya mendapat izin HGU.
"Betul. Saya ada satu kebun, surat tanam 100 persen. BBU (Banyu Bening Utama) juga sudah tanam 100 persen, baru keluar HGU," urainya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Surya Darmadi, Juniver Girsang menguraikan penjelasan kliennya memang serius untuk mendapatkan HGU. Salah satunya dengan melakukan penanaman terlebih dahulu.
"Bahwa kalau untuk mendapatkan HGU, tidak mungkin terbit hak apabila tidak ada aktivitas dalam hal ini bertanam. Kenapa? Karena dengan ada orang bertanam, berarti itu lah yang diberikan hak. Karena, bisa jadi tidak ditanam namun mendapat hak, itu bisa diperdagangkan. Ini pemerintah memang sudah tepat," beber Juniver.
Juniver menekankan bahwa niat Surya Darmadi adalah baik untuk membangun suatu daerah dan membuka lapangan kerja.
Oleh karenanya, Surya Darmadi patuh terhadap persyaratan agar bisa mendapatkan izin HGU perusahaannya.
"Ini lah yang dilakukan, yang sudah didapatkan PT Duta Palma, dapat izin lokasi dulu, dapat IUP dulu, diusahakannya, barulah diajukan izin untuk mendapatkan hak, apakah hak pakai, atau hak guna usaha," terangnya.
Namun faktanya, diterangkan Juniver, dalam persidangan menyatakan bahwa pengurusan untuk mendapatkan izin HGU tersebut terjadi pertentangan antara pemerintah pusat dengan daerah.
Ada ketidaksesuaian antara penetapan kawasan hutan dengan Area Penggunaan Lain (APL).
"Hal itu mengakibatkan ini tertunda-tunda pengurusannya, dokumen bisa tidak diselesaikan, mengakibatkan tertundalah penerbitan hak guna usaha di Duta Palma," urainya.
Saat ini, pemerintah telah menerbitkan Undang-undang Cipta Kerja sebagai jalan tengah bagi pengusaha yang mengalami masalah perizinan serupa dengan Duta Palma Group.
Oleh karenanya, ditegaskan Juniver, seharusnya PT Duta Palma Group tidak bisa dipidana karena sudah adanya UU Cipta Kerja.
"Jadi sebetulnya, dengan hadirnya UU Cipta Kerja, prosesnya tidak bisa berlangsung, berarti tidak menghormati keputusan pemerintah yang menyatakan keterlanjuran, karena pengurusan yang tidak tuntas-tuntas, terjadi perbedaan, ataupun urusan-urusan yang tidak tuntas itu di takeover diberikan waktu 3 tahun, dan tidak ada sanksi pidana terhadap orang yang sudah terlanjur mengusahakan masuk daerah kawasan hutan," paparnya.
Tidak Kenal
Sementara itu, Mantan Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008, Raja Thamsir Rachman juga bersaksi dalam persidangan lanjutan kasus yang sama.
Saat ditanya hakim, Raja mengaku izin PT Sebrida Subur, PT Panca Agro Lestari dan PT Palma Satu itu izinnya dikeluarkan pada 2007, sedangkan pada 2008 dirinya sudah lengser dari kursi Bupati.
“Mohon izin yang mulia. Sifat pengeluarkan izin itu adalah merupakan persyaratan administrasi untuk perusahaan. Pertama Banyu Bening Utama tapi hanya IUP. Saya tidak mengeluarkan Ilok. Kemudian, yang saya keluarkan izin ilok dengan IUP adalah Sebrida Subur. Kedua, Panca Argo Lestari,” ujarnya.
Thamsir menyebut, dirinya mengeluarkan izin lokasi untuk pembangunan kebun kelapa sawit atas nama Panca Agro Lestari dengan surat izin nomor 148 tahun 2007.
Ia juga menyebut ketiga surat izin yang dirinya terbitkan ini yakni PT Sebrida Subur, PT Panca Agro Lestari, dan PT Palma Satu.
Thamsir mengatakan ketiga izin ini sudah dicabut oleh Bupati selanjutnya, Mujtahid Thalib pada 2010.
Dua menyebut izin dikeluarkan berdasarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 34 tahun 2003 tentang pelimpahan wewenang bidang pertanahan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Thamsir membantah mengenal Surya Darmadi sesuai Berita Acara Pemeriksaan.
Selain itu, juga Undang-undang nomor 18 tahun 2003 yang menyatakan Bupati berwenang menerbitkan izin perkebunan, kemudian surat keputusan Mentri dalam negeri nomor 130-67 tahun 2000 yang berkata bahwa izin perkebunan telah menjadi kewenangan kabupaten dan kota.
Thamsir juga mengungkap sejumlah aturan lain yang turut menjadi dasar baginya mengeluarkan izin-izin itu yakni, surat keputusan Mentri Pertanian nomor 357/kpps/hk-350/5/2002 pasal 6 ayat 1 yang menyatakan bahwa izin usaha perkebunan diberikan diberikan oleh Bupati dan walikota apabila perkebunan itu berda di lokasinya.(mhs/muu)
Load more