Jakarta, tvOnenews.com - Pemerintah menyoroti kasus aborsi yang akhir-akhir ini marak terjadi di kalangan masyarakat.
Diketahui, perempuan tersebut berinisial DM (22) melakukan aborsi dengan usia kandungan delapan bulan di sebuah kamar hotel.
Kepolisian telah mengamankan dan menahan dua orang tersangka dalam kasus ini. Diantaranya yakni AR (20) kekasih korban dan SA (21) yang membantu proses aborsi.
Deputi Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati menjelaskan bahwa praktik aborsi ilegal ini tidak hanya mengancam nyawa dari ibu, tetapi juga janin yang berada di dalam kandungannya.
“Kami turut prihatin atas meninggalnya perempuan asal Kabupaten Banyuasin akibat pendarahan yang dikarenakan proses aborsi ilegal ketika kandungannya berusia delapan bulan di sebuah kamar hotel,” kata Ratna, Minggu (5/2/2023).
Menanggapi hal ini, Ratna menilai, penting untuk dilakukan pemberian informasi dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, serta bahaya dan akibat melakukan aborsi, untuk mencegah terjadinya kasus-kasus aborsi ilegal.
Dia menyebut, pihaknya akan terus berupaya melakukan sosialisasi dan pemberian edukasi tersebut, sehingga dapat memastikan menurunnya angka kasus aborsi ilegal.
“Kami dan instansi terkait lainnya akan terus memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat mendapatkan edukasi, informasi, dan pengetahuan terkait kesehatan reproduksi bagi perempuan, khususnya ancaman yang mungkin di dapatkan akibat tindakan aborsi ilegal,” tutur dia.
Menurut Ratna, larangan perbuatan aborsi sendiri telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
"Pasal 75 ayat 1 menyebutkan bahwa setiap orang dilarang melakukan aborsi," ucapnya.
"Aturan ini menggambarkan bahwa sejatinya negara hadir melalui ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat, untuk melindungi dan menjamin agar setiap ciptaan Tuhan memiliki hak untuk hidup dan bertahan hidup termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," tambah dia.
Ratna menambahkan, dalam ayat 2 UU Kesehatan menjelaskan tindakan aborsi dapat dikecualikan berdasarkan beberapa alasan tertentu.
"Pertama, indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin," jelas Ratna.
"Yang menderita penyakit genetik berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan," sambung dia.
Kemudian, Ratna menyebut, alasan diperbolehkan aborsi yang kedua yakni kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Lebih lanjut, kata Ratna, berdasarkan Pasal 194 UU Kesehatan disebutkan, bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan bagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat 2 akan dikenakan pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak 1 milyar.
“Indonesia telah mengatur jelas, dan hadir untuk memastikan bahwa tindakan aborsi dilarang, untuk melindungi serta menjamin hak untuk hidup dan bertahan hidup bagi setiap manusia termasuk janin yang belum dilahirkan ke dunia," terang dia.
Sementara itu, jika adanya indikasi-indikasi khusus seperti kedaruratan medis yang mengancam serta kehamilan akibat perkosaan maka tindakan aborsi dikecualikan,” lanjutnya.(rpi/muu)
Load more