Meski memiliki sejarah kekuasaan Despotik, Jawa selalu dianggap entitas paling penting dalam sejarah politik Indonesia. Ada cara pandang linear, generalisasi, stereotyping yang bertahan hingga kini bahwa ada sebuah wilayah yang dianggap lebih penting daripada daerah lain karena dianggap punya peran yang lebih besar dalam membawa masyarakat menuju kehidupan modern.
(Peta Pulau Jawa Lama. Sumber: Ancient Origins)
Tengok saja survei-survei yang dikeluarkan lembaga kajian politik selalu menyorot Jawa lebih dari daerah lainnya di Indonesia karena dianggap sebagai palagan paling menentukan.
Parpol-parpol menempatkan figure kunci-nya di Jawa. Ribuan calon anggota legislatif akan bertarung sangat ketat di Jawa, termasuk saling sikut antar calon dalam satu partai. Hingga kini calon wakil presiden yang paling dicari, paling dianggap menentukan dalam kompetisi, bisa menambah suara signifikan, adalah yang berasal dari Jawa.
Kepada Rocky Gerung, Luhut Pandjaitan dalam sebuah siniar menyebut, calon presiden yang bukan orang Jawa sebaiknya jangan memaksakan diri. Sebab, “Jawa adalah kunci,” begitu kutipan paling populer dari sebuah film propaganda G30S PKI.
Tetapi, apakah ada Jawa yang satu, tunggal, monolitik?
Saat kuliah di UIN Purwokerto saya menemukan Jawa yang lain. Teman-teman saya yang berbahasa Jawa Ngapak misalnya, ekspresi, cara berpikirnya, praktek kehidupan sehari-harinya terasa tidak dekat dengan pusat kebudayaan Jawa: Solo atau Yogyakarta.
Load more