Karaeng seorang poliglot, fasih banyak bahasa, termasuk bahasa Latin. Ia berinteraksi dengan berbagai bangsa yang datang ke kerajaannya dengan sangat baik.
Saat berkunjung ke Makassar pada 1646 Alexander de Rhodes, misionaris Katolik dari Eropa takjub pada raja yang haus ilmu itu. Dalam catatan sejarah yang ditulis Alexander de Rhodes yang kini kita bisa baca, Karaeng sangat suka menulis apapun. Salah satunya dengan detil mencatat kejadian yang dialaminya dari hari ke hari pada kerajaannya.
Ia paham sejumlah “misteri” ilmu di Eropa, sejarah raja-rajanya, selalu membawa buku-buku ilmu pasti di tangannya, sangat meminati matematika dan memiliki koleksi buku buku berbahasa spanyol yang sangat banyak.
“Setiap kali diajak bicara agama, ia alihkan ke pembicaraan ilmu pengetahuan. Dia minta untuk mengajarkan semua rahasia ilmu pengetahuan kita,” ujar Rhodes yang bicara dengan Karaeng dengan Bahasa Portugis.
(Karaeng Patengalong dan Globe. Sumber: Wikipedia/Wikimedia)
Di tahun 1654, misalnya di Makassar sudah tiba sebuah teleskop Galileo yang sangat mahal dan jarang untuk ukuran zaman itu. Seperti dibaca dalam buku memikat The Origin of Poverty in Indonesia, ditulis sejarawan Australia, Anthony Reid, sejak usia delapan belas tahun, Putra Raja Tallo VII Karaeng Matowaya itu meminta orang orang Inggris untuk mengirim penemuan-penemuan terbaru teknologi perkapalan di Eropa.
Karaeng mengirim sebelas bahar kayu Cendana untuk membeli dua globe, peta dunia yang bisa diputar, yang keterangannya ditulis dalam bahasa Spanyol, Portugis dan Latin (Lombard, 2005).
Load more