Rendra paham persis fungsi bersikap urakan dalam memajukan bangsa. Bagi Rendra sikap urakan penting untuk merangsang perubahan, bisa menjadi alternatif atau minimal jadi lawan dialog bagi norma norma yang dianggap “mapan” dan masyarakat punya pembanding bagi norma normanya.
Dari sejarah kita tahu pemimpin yang jadi tenaga pendorong perubahan besar di masyarakat adalah pribadi tidak munafik, otentik dan urakan: Ken Arok, Gajah Mada, Joko Tingkir, Soekarno, Ali Sadikin.
Demikian, harusnya kita tak risau dengan kritik, sekasar apapun itu disampaikan. Kita risau justru jika kaum intelektual terus menerus diam (karena tak punya nyali atau patah hati) dan berkhianat pada fungsi sosio politiknya.
Itulah sebuah kehilangan besar yang sesungguhnya. Kita kehilangan orang orang yang hidup di menara gading karenanya bisa melihat kenyataan sosial dalam berbagai lapisannya, dengan pikiran tak terkotori oleh nafsu sempit dan sesaat. Pendeknya, kehilangan peran intelektual sebagai pengawal suara ruh.
Intelektual semacam Rocky melanjutkan apa yang dilakukan Socrates di abad ke-4 Masehi di Yunani. Socrates orang yang meresahkan banyak orang dengan pertanyaan dan gugatan. Tiap pagi ia mendatangi pasar pasar, ke gymnasium, ke palaestra, ke rumah rumah penduduk. Di semua tempat yang dikunjungi ia melemparkan gugatan yang memancing diskusi.
(Patung Filsuf Socrates. Sumber: Gettyimages)
Semangat Socrates selalu ingin menjelaskan bahwa definisi, konsep, pemahaman umum yang dipercaya sebenarnya sesuatu yang mudah goyah dan mencong ke kanan dan kiri. Dengan logika filsafat ia mengoyak istilah istilah yang mulai lapuk di masyarakat.
Ia bahkan tak peduli jika dengan tuduhan “tak mengakui dewa dewa yang diakui negara” dan “merusak jiwa pemuda”, ia harus dihukum mati dengan menenggak racun.
Load more