Oleh karena itu, klausul non-kompetisi seharusnya adalah batal demi hukum alias tidak dapat diberlakukan, karena melanggar syarat sah berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat bahwa perjanjian harus memuat kausa yang tidak terlarang.
Namun di sisi lain bagi perusahaan, klausul non-kompetisi adalah klausul yang sangat penting agar ex-karyawan mereka tidak membocorkan rahasia perusahaan ke kompetitor, bukan bermaksud untuk menghambat rezeki atau kesempatan bekerja ex-karyawan. Perusahaan dapat berpendapat bahwa klausul non-kompetisi seharusnya dapat diterapkan atas dasar asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Artinya, jika dalam kontrak kerja antara karyawan dan perusahaan telah mencantumkan ketentuan mengenai larangan bekerja di kompetitor setelah berhenti bekerja, maka karyawan terikat dengan ketentuan tersebut.
Jika karyawan melanggar ketentuan larangan tersebut, perusahaan dapat mengambil langkah hukum untuk memberlakukan klausul non-kompetesi tersebut, seperti misalnya mengajukan gugatan wanprestasi dan menuntut ganti rugi.
Pada tahun 2019, Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menegaskan keberlakuan dari ketentuan non-kompetisi dalam hubungan ketenagakerjaan.
Dalam perkara yang dimulai pada tahun 2017 tersebut, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan bahwa perbuatan pihak ex-karyawan yang melanggar klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerahasiaan adalah suatu bentuk wanprestasi.
Putusan pengadilan negeri tersebut pun dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada tahun 2018, hingga Mahkamah Agung, yang berarti bahwa putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian putusan Mahkamah Agung merupakan yurisprudensi bagi perkembangan hukum Indonesia khususnya pelaksanaan klausul non-kompetisi.
Load more