Pada era persaingan bisnis yang semakin ketat, isu hukum terkait batasan dalam ketentuan kontrak kerja menjadi perhatian penting bagi perusahaan dan karyawan.
Salah satu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah perusahaan dapat membatasi atau melarang karyawan untuk pindah kerja ke kompetitor.
Artikel ini akan membahas pandangan hukum terkait masalah ini di Indonesia.
Dalam praktiknya, beberapa perusahaan mencantumkan klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerahasiaan. Klausul ini bertujuan untuk melarang ex- karyawan untuk bekerja di kompetitor atau mendirikan bisnis yang bersaing langsung dengan perusahaan tempat mereka dahulu bekerja.
Sayangnya, walaupun klausul ini hampir dapat dipastikan selalu ada dalam perjanjian kerja atau perjanjian kerahasiaan, tidak ada satupun peraturan di Indonesia yang secara tegas mengatur apakah klasul non-kompetisi ini sah atau tidak.
Mengenai hal ini, terdapat beberapa pandangan dari akademisi dan praktisi hukum yang mengatakan bahwa klausul non-kompetisi tidak dapat diterapkan di Indonesia, karena klausul tersebut dipandang berpotensi ‘menghilangkan’ kesempatan berusaha atau bekerja ex- karyawan di tempat lain.
Selain itu, klausul non-kompetisi seringkali dianggap melanggar beberapa peraturan di Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (sebagaimana diubah), dan Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang pada intinya ketiga ketentuan tersebut mengatur bahwa setiap orang berhak memilih pekerjaan dan memiliki kesempatan yang sama.
Oleh karena itu, klausul non-kompetisi seharusnya adalah batal demi hukum alias tidak dapat diberlakukan, karena melanggar syarat sah berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu syarat bahwa perjanjian harus memuat kausa yang tidak terlarang.
Namun di sisi lain bagi perusahaan, klausul non-kompetisi adalah klausul yang sangat penting agar ex-karyawan mereka tidak membocorkan rahasia perusahaan ke kompetitor, bukan bermaksud untuk menghambat rezeki atau kesempatan bekerja ex-karyawan. Perusahaan dapat berpendapat bahwa klausul non-kompetisi seharusnya dapat diterapkan atas dasar asas kebebasan berkontrak dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Artinya, jika dalam kontrak kerja antara karyawan dan perusahaan telah mencantumkan ketentuan mengenai larangan bekerja di kompetitor setelah berhenti bekerja, maka karyawan terikat dengan ketentuan tersebut.
Jika karyawan melanggar ketentuan larangan tersebut, perusahaan dapat mengambil langkah hukum untuk memberlakukan klausul non-kompetesi tersebut, seperti misalnya mengajukan gugatan wanprestasi dan menuntut ganti rugi.
Pada tahun 2019, Mahkamah Agung Republik Indonesia menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur yang menegaskan keberlakuan dari ketentuan non-kompetisi dalam hubungan ketenagakerjaan.
Dalam perkara yang dimulai pada tahun 2017 tersebut, majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Timur memutuskan bahwa perbuatan pihak ex-karyawan yang melanggar klausul non-kompetisi dalam perjanjian kerahasiaan adalah suatu bentuk wanprestasi.
Putusan pengadilan negeri tersebut pun dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada tahun 2018, hingga Mahkamah Agung, yang berarti bahwa putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap. Dengan demikian putusan Mahkamah Agung merupakan yurisprudensi bagi perkembangan hukum Indonesia khususnya pelaksanaan klausul non-kompetisi.
Memperhatikan putusan tersebut, ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan yaitu:
• Proporsionalitas: Klausul non-kompetisi haruslah proporsional dan wajar. Ini berarti bahwa batasan tersebut haruslah sebanding dengan perlindungan yang ingin dicapai oleh perusahaan.
Misalnya, karyawan dengan posisi tertentu yang memiliki akses ke informasi rahasia atau strategi perusahaan dapat diberikan batasan atau larangan yang lebih ketat dibandingkan dengan karyawan dengan peran yang lebih umum yang mungkin tidak atau kurang memiliki keleluasaan dalam mengakses informasi penting di perusahaan.
• Waktu dan Ruang Lingkup: Batasan waktu dan ruang lingkup klausul non-kompetisi haruslah jelas dan memiliki jangka waktu tertentu, artinya jangka waktu berlaku klausul anti kompetisi harus rasional dan tidak berlebihan.
• Investasi yang dilakukan oleh perusahaan terhadap para karyawannya: Saat ini banyak perusahaan yang memberikan pelatihan kepada para karyawannya sebagai bagian dari proses transfer pengetahuan dan teknologi dalam rangka pengembangan ketrampilan karyawan.
Tujuan dari pelatihan ini adalah memberikan kesempatan kepada karyawan untuk membangun potensi dirinya sehingga karyawan dapat optimal dalam melakukan tugas dan kewajibannya yang mana hal ini tentunya juga akan membantu kemajuan kualitas performa dari perusahaan.
Berkaitan dengan hal ini, perusahaan tentunya akan mengeluarkan biaya-biaya untuk pelatihan dan pengembangan karyawannya sehingga perusahaan dapat memberikan alasan/argumen bahwa klausul non-kompetisi wajar untuk dimasukan dalam perjanjian kerja dan oleh karenanya dipatuhi oleh karyawan.
Sehingga apabila ada pelanggaran terhadap klausul ini oleh karyawan, perusahaan berhak untuk meminta ganti rugi dari karyawan atas biaya yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.
Namun demikian bahwa pandangan pengadilan dalam setiap perkara akan bersifat kasuistik dan sistem hukum di Indonesia tidak mewajibkan hakim yang satu untuk mengikuti putusan hakim lainnya, termasuk untuk kasus yang serupa.
- Kesimpulan
Dalam konteks hukum Indonesia, karyawan umumnya memiliki hak untuk memilih tempat kerja mereka. Namun, batasan-batasan tertentu dapat diberlakukan dalam kontrak kerja, seperti klausul non-kompetisi. Meskipun demikian, batasan non-kompetisi ini haruslah proporsional, beralasan dan jelas.
Sebagai penutup, informasi dalam artikel ini hanya bersifat umum dan bukanlah advis hukum formal. Untuk keperluan hukum yang lebih spesifik, disarankan untuk berkonsultasi dengan konsultan hukum terkait.
Artikel ini Ditulis oleh Lia Alizia, S.H. (Partner) dan Golden Mandala, S.H. (Associate)
Load more