Pada zaman Orde Lama (Soekarno) kelompok sosial ini pernah disebut dengan nada merendahkan: “kaum sarungan”. Maksudnya tentu lawan politik ingin memberi stempel, stigma yang tak terlampau baik pada para anggota Partai Masyumi dan Nahdlatul Ulama, dua partai Islam pemenang Pemilu 1955.
Saat itu “kaum sarungan” bermakna semacam sikap terbelakang, keras, ngeyelan, mau menang sendiri. Apalagi biasanya pemakaian dalam kalimat kerap diawali dengan kata “waspadalah”.
Ketika Orde Lama runtuh diganti dengan Orde Baru tak lalu sikap Islamophobia semacam itu hilang. Pernah hubungan Islam dan negara saling curiga, diametral, antagonistik, saling beroposisi. Paling tidak sejak Pemerintah Orde Baru berkuasa pada 1966 hingga 1980-an, Soeharto dan ABRI sering dianggap “anti-Islam”.
Ada aktor aktor sangat berpengaruh di lingkaran kekuasaan saat itu, seperti Ali Moertopo dan LB Moerdani yang dianggap menjalankan kebijakan politik anti-Islam.
(Benny Moerdani dan Presiden RI Ke-2 Soeharto. Sumber: soeharto.co)
Cara pemerintah saat itu menangani peristiwa yang melibatkan tokoh tokoh Islam, seperti bom BCA, pembajakan pesawat oleh Imron dkk, kerusuhan Tanjung Priok, Peristiwa Warsidi di Lampung hingga “GPK” Aceh meninggalkan luka pada umat Islam.
Aktivitas dakwah kelompok eks Masyumi yang tengah dicoba dihidupkan lagi setelah dibubarkan Soekarno diintai dan dimata-matai dengan ketat. Kegiatan dakwah dibatasi. Ada perizinan bagi ulama jika ingin berdakwah dengan Surat Izin Mubaligh (SIM). Jika ulama ingin berdakwah lintas kota pun harus mengurus surat jalan dari Kandepag (Kantor Departemen Agama).
Ada aturan pelarangan jilbab di sekolah, dakwah di masjid masjid kampus dilarang lewat Normalisasi Kegiatan Kampus (NKK). Melakukan ritual keagamaan Islam secara berkelompok dengan cepat dituduh ekstrem kanan, ideologis, ingin kembali membangkitkan negara Islam ala DI/TII.
Nurcholis Madjid, salah satu cendekiawan muslim yang hidup di era itu pernah menyebut betapa pengapnya hubungan Islam dengan negara saat itu.
(Dok. Poster penolakan NKK/BKK di kampus ITB tahun 1978. Sumber: Dok.Marching Band Waditra Ganesha (MBWG) ITB)
Load more