Memang terjadi penurunan di kelompok modern (Muhammadiyah). Namun, dugaan saya, ini berkait dengan meningkatnya dakwah kelompok neo purifikasi ---yang sangat beririsan dengan Muhammadiyah--- di kalangan muslim perkotaan.
Dakwah kelompok salafi sangat populer di masjid masjid, di komplek komplek perumahan di kota kota besar. Ceramah ceramah tokoh tokohnya dipancarkan langsung di kanal medsos, dipotong potong jadi video pendek yang dikonsumsi banyak warga muslim kota besar.
(Presiden Joko Widodo pada perayaan Hari Santri Nasional. Sumber: ANTARA)
Walhasil, tak bisa disangkal, kebangkitan kelompok Islam, booming santri belakangan ini menggerus segmen masyarakat abangan (meminjam kategorisasi dari Clifford Geertz). Terjadi santrinisasi kelompok abangan di Pulau Jawa.
Kang Damadi, security di komplek perumahan saya, misalnya kini rajin sholat berjamaah di masjid. Ia yang tadinya mengisi waktu dengan main dan ngobrol di pos ronda, sekarang makin rajin mengenakan peci dan koko, sibuk menonton kajian dari telepon genggamnya saat berjaga.
“Wah rajin sholat sekarang Kang?” sapa saya ketika bertemu dengannya di tempat wudhu masjid tak jauh dari rumah.
“Iya, mau apa lagi sekarang, Pak. Sudah waktunya,” ujar Kang Damadi sambil bergegas berusaha mencari shaf paling depan.
Ada jutaan Kang Damadi di pedesaan-pedesaan di seantero Jawa. Nampaknya, orang Jawa yang tadinya beragama secara sinkretik (memadukan banyak kepercayaan) kini telah menerima Islam secara lega lila. Tak hanya percaya Gusti Allah saja, tetapi juga menjalankan syariat-syariatnya.
(Dok. Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka pada perayaan Hari Santri Nasional. Sumber: ANTARA)
Load more