(Unjuk rasa mahasiswa di Lapangan Tiananmen, China, 1989. Seumber: AP Photo/Sadayuki Mikami)
Namun, China memang akhirnya menjadi sadar, banyak hal yang harus diperbaiki di antaranya pemberantasan korupsi. Pada 1998, Zhu Rongji saat dilantik sebagai Perdana Menteri memerintah jajarannya menyiapkan 100 peti mati untuk para koruptor. “Gunakan 99 peti itu untuk koruptor, sisakan 1 peti untuk saya bila saya korupsi," ujarnya.
China beruntung karena tak pernah setengah hati mempraktikan kebijakan apapun. Lalu, pada 2000 seorang anggota Kongres Rakyat Nasional terbukti melakukan korupsi sebesar 41 juta yuan dan dijatuhi hukuman mati. Berita ini mencengangkan rakyat China dan dunia.
Setelah itu hampir setiap bulan, pemerintah China mempertontonkan hukuman mati untuk koruptor di ruang publik. Tercatat hingga tahun 2002 sudah 4.300 koruptor yang dihukum mati di China. Jumlah yang melebihi jumlah hukuman mati di 68 negara (Amnesti Internasional).
Setelah kebijakan antikorupsi, birokrasi lalu diserahkan pada teknokrat terdidik. Pada 2000 muncul kebijakan semua pegawai pemerintah harus lulusan universitas, pemimpin di tingkat Kabupaten harus minimal bergelar master, dan semua menteri dan wakil menteri harus bergelar doktor.
Hasilnya memang sebuah lompatan jauh ke depan. Hanya dalam waktu 30 tahun, dari salah satu negara paling miskin di dunia, kini China menjadi negara dengan ekonomi paling kuat nomor dua di dunia.
China mencatat angka pertumbuhan 11,1 persen selama kuartal I-2007. Pada tahun 2006, perekonomian China tumbuh 10,7 persen. Saat negara-negara G20 yang memiliki sumbangsih lebih dari 70% PDB dunia sedang jatuh dalam resesi akibat wabah covid 19 pada 2020, PDB China mampu tumbuh 6,5%.
Load more