Jakarta - Pada acara pengarahan Peserta PPSA XXIII Lembaga Ketahanan Negara bulan Oktober lalu, Presiden Joko Widodo menyampaikan terkait pentingnya bahasa kode pemrogaman komputer atau coding.
Hal tersebut bukanlah tanpa alasan, coding menjadi sesuatu yang penting dalam dunia modern beberapa tahun terakhir, terutama setelah masuknya era 4.0 coding menjadi hal yang sangat penting.
Coding menjadi landasan yang perlu dipelajari oleh seseorang sebelum melangkah ketahap selanjutnya dalam menguasai dunia digital. Memperdalam kemampuan coding dapat menjadi keuntungan tersendiri bagi seseorang.
Bahkan pada tahun 2021, 7 dari 10 orang terkaya didunia memiliki kekayaan karena Teknologi (didalamnya mencakup Teknologi Informasi).
Di dalam dunia siber, terdapat istilah “no system is safe”, yang berarti sehebat apapun sistem yang dibuat maka pasti akan ada celah yang dapat dimasuki. Bahkan Google yang menjadi salah satu perusahaan teknologi terbesar di dunia juga beberapa kali menjadi incaran hacker untuk dilakukan peretasan.
Selain itu juga diketahui bila Mark Zuckerberg yang merupakan pendiri Facebook (Kini berubah menjadi Meta) telah menutup webcam dan mic laptop miliknya dengan selotip untuk meminimalisir adanya hacker yang hendak memata-matainya.
Kita semua tahu bila jaringan world wide web yang umum digunakan masyarakat dunia hanya berada pada tataran surface web (Contohnya : e-commerce, Google, maupun Blogs).
Lebih ke dalam masih terdapat deep web hingga dark web yang dimana banyak aktifitas ilegal seperti jual beli data intelijen, rental pembunuh bayaran, jasa hacker, pasar narkoba hingga senjata. Melihat dari kenyataan yang ada diatas sudah pasti bagaimana negara memerlukan keamanan dan pertahanan siber yang kuat.
Dunia Siber yang kompleks memerlukan sistem pengamanan yang ketat dan berkelanjutan. Maka dari itu sudah tidak heran bila negara-negara dunia saat ini sedang berlomba untuk membangun sistem jaringan internetnya sebagai langkah mengamankan privasinya, keamanan hingga pertahanannya.
Dalam mengamankan negaranya dari serangan siber, beberapa negara seperti China hingga Rusia bahkan membatasi akses internet dari dunia luar masuk kedalam negaranya.
Kebijakan negara tersebut bukan tanpa alasan, keamanan nasional dan privasi negara menjadi konsen utama pada negara-negara tersebut, terutama dunia siber menjadi dunia yang sangat berbahaya untuk keamanan peretasan data.
Sebagai catatan, pada tahun 2021 setidaknya terdapat sekitar 30.000 serangan siber setiap harinya di seluruh dunia.
Siber menjadi dua mata uang bagi suatu negara pada era saat ini. Terdapat sisi positif dimana perkembangan siber dapat membantu dalam meningkatkan perkembangan sektor lainnya juga.
Namun di sisi lain, bila tidak dapat dilakukan pengamanan maka dikhawatirkan pencurian data yang bersifat privasi memungkinkan bocor serta dicuri oleh negara lain.
Data keamanan nasional menjadi hal yang sangat peting untuk dilakukan pengamanan di dunia siber saat ini. Pada dunia internasional, bukan hanya negara yang akan mencari informasi negara lain melalui dunia siber, namun juga terdapat hacker perseorangan hingga kelompok organisasi yang mencoba memanfaatkan kerenggangan sistem.
Salah satu organisasi terkenal yang sering melakukan peretasan data yaitu Wikileaks. Organisasi ini setidaknya beberapa kali telah menyebarluaskan data dokumen privasi negara-negara di dunia seperti Amerika Serikat, yang membuat pendiri Wikileaks (Julian Asange) harus menjadi buronan saat itu sebelum pada akhirnya berhasil ditangkap.
Penggunaan siber pada pertahanan negara saat ini
Siber saat ini telah menjadi salah satu komponen penting dalam pertahanan negara terutama pada dunia intelijen. Hal ini sangat rasional dikarenakan pencurian data melalui siber lebih efektif dengan meminimalisir munculnya korban jiwa, seperti masuknya personel menggunakan strategi klandestin ke area lawan.
Selain itu, interaksi dunia yang sudah modern mayoritas memanfaatkan sarana digital untuk bertukar informasi, seperti menggunakan email. Hal ini juga dapat dilihat bersama bagaimana pesatnya penggunaan media sosial era modern ini seperti Whatsapp, Youtube, Instagram hingga Tiktok.
Negara-negara di dunia telah mengambil start cepat dalam mengantisipasi perang siber dengan mengembangkan kemampuannya. Perkembangan dunia siber terakhir yang menjadi pembahasan dunia adalah pengembangan spyware Pegasus yang dilakukan oleh NSO Group.
Spyware ini dilaporkan telah menjadi langganan beberapa negara untuk dipakai sebagai alat memata-matai aktivis, jurnalis, eksekutif, hingga pesaing politisi. Spyware ini telah didesain untuk melakukan pemantauan kepada semua kegiatan target, seperti SMS, email, data lokasi, riwayat browsing, panggilan telepon, dan lainnya.
Selain contoh diatas, perkembangan siber yang pesat telah menjadi konsen suatu sarana kegiatan intelijen di dunia untuk melakukan pengamanan nasional. Seperti contoh yang pernah diungkapkan oleh Edward Snowden, whistleblower dari Amerika yang merupakan mantan karyawan dari National Security Agency (NSA).
Menurut Snowden, NSA telah memata-matai seluruh komunikasi rakyat Amerika melalui email dan telepon, NSA menyisir seluruh komunikasi, tak terkecuali foto porno dalam ranah privasi.
Bahkan, bila melihat cara kerja internet, sebenarnya data yang berselancar lebih banyak didistribusikan melalui kabel laut dibandingkan dengan satelit. Hal ini telah memungkinkan biro intelijen internasional untuk memasang alat sadap pada kabel laut internasional dan mencuri data negara penting melalui area tersebut. Hal tersebut tentu sangat rasional karena informasi adalah harga yang sangat mahal pada dunia keamanan dan pertahanan.
Selain aksi intelijen, kemampuan siber juga dapat digunakan dalam peperangan. Hal ini dapat diketahui dalam beberapa kasus seperti adanya upaya hacker dunia untuk melakukan pengambil alihan pada drone militer. Cara kerja drone militer yang saat ini digunakan dihampir seluruh negara memiliki kerentanan untuk dilakukan penyadapan.
Bila berkaca kepada Indonesia saat ini, beberapa kali telah dihebohkan dengan adanya peretasan data di beberapa lembaga negara seperti Kepolisian Indonesia.
Hal ini telah mencerminkan contoh kecil bagaimana perang siber di dunia sedang dimulai, dan Indonesia menjadi salah satu negara yang rentan menjadi target serangan.
Terdapat setidaknya berbagai lembaga di Indonesia yang memiliki ranah di bidang siber, seperti contohnya adalah Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Lembaga ini telah dibentuk dan memiliki peranan strategis pada bidang ranah siber.
Selain itu, pada masing-masing lembaga keamanan dan pertahanan sebenarnya juga telah memiliki unit siber yang bersifat khusus menangani permasalahan siber, seperti contohnya seperti Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri maupun Satuan Siber Tentara Nasional Indonesia.
Dari kasus siber yang saat ini terus meningkat, perlu disadari bersama pentingnya membangun sistem keamanan siber nasional yang kuat untuk melaksanakan pengamanan data privasi negara. Kita tidak akan pernah tahu kapan komputer hingga sistem kita akan diserang, sehingga perlu adanya deteksi dan cegah dini.*
*) Penulis: Syarifurohmat Pratama Santoso adalah anggota TNI AL
Load more