Demikian, berlari bagi saya adalah proses refleksi. Kini tanpa terasa tahun tahun cepat berlalu, kita telah berada dasawarsa kedua abad ke-21. Padahal, sepertinya baru kemarin kita menghadapi kecemasan akan tibanya milenium baru ini. Masih terbayang diskusi-diskusi di penghujung 1999 menuju 2000 lalu, kita tercekam kecemasan bahwa ada yang belum disiapkan oleh komputer menghadapi tahun yang akan diisi oleh tiga buah nol. Dunia yang semakin tergantung dengan komputerisasi akan ambruk dan kacau balau.
Saya ingat foto di sebuah majalah berita saat itu, seseorang mengangkat poster bernada khawatir di tengah orang lalu lalang di Times Square Garden, New York: “Kiamat sudah dekat”. Teknologi semakin mengambil alih tugas tugas manusia. Ancaman disrupsi dalam sistem digital terasa sangat mengkhawatirkan.
Dan kini setelah adaptasi dilakukan, rasa cemas itu kita tahu justru bukan karena teknologi yang menguasai segalanya, tapi datang dari sumber yang berulang: perilaku manusia. Dunia tetap dipecah-pecah, dibagi-bagi oleh rivalitas dan konflik. Ketegangan di antara kekuatan-kekuatan besar dunia terus membayangi di Selat Taiwan, Laut China Selatan, dan Semenanjung Korea.
Belum usai dengan perang Rusia-Ukraina di Eropa mereda, setiap anak yang lahir di Palestina, misalnya harus menghadapi ancaman tercabut nyawanya setiap saat, bahkan ketika ia ada di tempat ibadah ataupun rumah sakit. Dalam gempuran prajurit Israel yang mirip buldoser yang tak punya hati, hanya dalam 84 hari serangan saja ada 106 wartawan yang gugur di medan perang.
Persis seperti sejarah abad 20, pada alaf baru ini dunia tetap tak aman meski perang dingin mereda. Pada 1989, Francis Fukuyama, seorang ahli kebijakan pada Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menulis makalah untuk sebuah majalah hubungan internasional berhaluan kanan, The National Interest.
Dalam artikel sepanjang 18 halaman, (belakangan dikembangkan jadi buku berjudul The End History and The Last Man) dengan provokatif Fukuyama menyebut dunia tengah memasuki akhir sejarah dan dari analisanya terhadap perkembangan sejarah itu, tak terbantahkan lagi bentuk organisasi yang ideal dan paling unggul adalah, demokrasi liberal yang terikat pada pasar.
Load more