Sebagai Aparatur Sipil Negara, para guru besar ini bagian kelompok sosial yang dinaikkan gajinya 8 kali oleh pemerintah. Dalam aturan baru mereka juga bisa mendapatkan kenaikan jabatan hingga 6 kali dalam setahun, juga tunjangan bulanan dan bonus tahunan. Kondisi yang serba nyaman sebenarnya.
Tapi, seberapapun emasnya, bagi elang yang terbiasa terbang menembus puncak-puncak langit, sangkar tetaplah sangkar.
Maraknya petisi keprihatinan dari berbagai Perguruan Tinggi Negeri seperti membangkitkan lagi diskusi panjang soal posisi intelektual di kampus sebagai salah satu agen perubahan masyarakat.
Selama ini guru guru besar di kampus ---bagian kelas menengah--- nyaris terbelah dalam oposisi biner yang tak bisa dipertemukan. Pertama, jadi kelompok yang mendekat dan jadi bagian kekuasaan. Kedua, menjauh dan memusuhi kekuasaan. Kedua kubu nyaris saling tidak bertegur sapa.
Ketika intelektual jadi teknokrat dan masuk ke dalam kekuasaan akan meninggalkan seluruh baju akademis dan ilmu pengetahuannya. Ia menjadi loyal dan sangat patuh pada penguasa. Sementara kubu lainnya seperti “jijik” dengan perubahan intelektual yang masuk ke dalam kekuasaan.
Akibatnya, mayoritas akademisi jadi terlalu mengambil jarak dengan kekuasaan. Terlibat dalam politik kekuasaan dianggap mengotori dunia intelektualitas. Pada akhirnya barisan pemikir di kampus tinggal di menara menara gading, jadi makhluk yang apolitis, seperti terpisah dari denyut denyar keadaan sosial politik yang tengah berlangsung.
Load more