Sementara kiprah internasional NU terbaca sejak awal sebelum berdiri, yakni ketika sekelompok kiai membentuk komite hijaz. Komite hijaz adalah panitia ad hoc yang dibentuk para kiai untuk dikirim ke Saudi Arabi dengan misi utama melindungi kebebasan bermadzhab dalam Islam, serta perlindungan atas situs-situs suci di sekitar hijaz (Mekkah-Madinah), dari gempuran program dan gerakan purifikasi Islam Wahabi dan rezim Saudi.
Kiprah di tingkat internasional tidak saja di zaman kolonial, justru di era sekarang semakin mendapatkan momentum. Warna keagamaan NU yang toleran, moderat, dan bahkan mengkampanyekan pluraritas dipandang cocok dengan kondisi kontemporer. Relasi dan cara NU merangkul budaya lokal menjadikan Islam di tangan NU elastis, estetis, dan ritmis. Islam NU yang belakangan disebut Islam Nusantara, terbukti dihajatkan negara, dan dibutuhkan sebagai alternatif pendekatan untuk menyelesaikan Afghanistan, Syria bahkan Saudi Arabia. Ketika Muhammad bin Salman, putra mahkota Saudi, memutus relasi kuasa agama-negara dengan kelompok Wahabi dan menginginkan Saudi Arabia lebih terbuka, warna, dan langgam keislaman model NU menyeruak.
NU dan Negara
Membincangkan NU tanpa mengaitkan dengan negara, sama halnya memisahkan gula dari rasa manisnya. Pasang surut NU dalam kehidupan bernegara tidak berarti menyebabkan ormas Islam terbesar di republik ini, kapok berpolitik. Bahkan di saat proyek “azas tunggal” yang membuat NU terdesak dari hiruk pikuk politik dan hanya sebagai “penonton’ pembangunan, terlempar dari pusat kekuasaan dan banyak aktivisnya terdampar dalam lembaga sosial kemasyarakatan (LSM), NU tetap menggeliat. Tempaan zaman kolonial maupun zaman Orba menjadikan NU sebagai ormas yang eksis baik ketika berpatron dengan struktur negara (state), maupun hidup di tengah masyarakat membangun dan merawat kultur (society).
Bersama TNI/Polri, kaum nasionalis dan kalangan modernis Islam, sejatinya NU adalah pemilik negeri ini. Empat kelompok inilah yang dari awal revolusi bahu- membahu merebut, mempertahankan, dan mewarnai kemerdekaan. Slogan NKRI harga mati, sejatianya adalah deklarasi bahwa NKRI milik empat kelompok tersebut. Sama halnya dengan Saudi Arabia milik Keluarga Saud, Brunei Darussalam milik Keluarga Bolkiah, atau Inggris milik keluarga Ratu Elizabeth.
TNI/Polri awalnya adalah para kombatan yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat (BKR)/Tentara Keamanan Rakyat (TKR), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), dan laskar-laskar lainnya. Kaum nasionalis, awalnya adalah para aktivis Budi Utomo (BU) serta sejumlah organisasi nasionalis lainnya. Sedangkan kalangan modernis Islam, yaitu Muhammadiyah, Al-Irsyad Islamiayah, dan Persatuan Islam (Persis). Sedangkan sayap Islam tradisional terdiri atas NU, Al-Wasliyah, Matla’ul Anwar, Persatuan Tarbiyah Islam (Perti), serta Nahdlatul Wathon.
NU dan Partai Politik
Load more