LIVESTREAM
img_title
Tutup Menu
News Bola Daerah Sulawesi Sumatera Jabar Banten Jateng DI Yogya Jatim Bali
Pojok KC - Genosida Zionis Israel
Sumber :
  • tim tvonenews

Genosida Zionis Israel

SIAPA yang masih percaya Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dan juga Uni Eropa bakal bersikap keras menentang genosida yang kini tengah berlangsung di Palestina?

Senin, 4 Maret 2024 - 11:57 WIB

SIAPA yang masih percaya Persatuan Bangsa Bangsa (PBB) dan juga Uni Eropa bakal bersikap keras menentang genosida yang kini tengah berlangsung di Palestina, bacalah lagi kisah sebuah negeri yang pernah hendak “dikuburkan” diam diam: Bosnia Herzegovina.

Sarajevo sehari sebelum perayaan Bajram (Hari Idul Adha) pada 1 Mei 1993 adalah kegembiraan warga kota saling bertemu di taman taman yang penuh bunga atau senda gurau di atas jembatan jembatan yang di bawahnya mengalir sungai sungai jernih, juga kesibukan membagikan kue dan uang pada anak anak kecil yang berlari lari mengunjungi rumah-rumah kerabat. Namun, bombardir ratusan mortir, ledakan granat dan  berondongan senjata yang dilesakkan dari darat dan udara oleh tentara Serbia mengubah hari bahagia  jadi mimpi buruk sepanjang hayat. 

Bosnia adalah monumen terbaik kemunafikan PBB, Eropa dan sekutunya.

“Cetnik (kaum nasionalis Serbia) mengambil semua milik saya,” kata Mitrat Zuplevic, seperti dapat dibaca pada buku Dor Sarajevo, Sebuah Rekaman Jurnalistik Nestapa Muslim Bosnia yang ditulis oleh wartawan senior Farid Gaban dan Zaim Uchrowi. 

Baca Juga :

“Ini perang yang diarahkan untuk membasmi kaum muslim, lebih banyak kaum muslim yang mati ketimbang tentaranya. Dan kami berperang sendirian,” tambah Zuplevic.

(Dok - Kuburan masal korban pembantaian lebih dari 8000 lelaki dan remaja Muslim Bosnia pada Juli 1995. Sumber: Wikimedia Common, Michael Büker, CC BY-SA 3.0)

Serangan Serbia pada Bosnia ---hanya karena negeri ini menyelenggarakan referendum yang memutuskan 99 persen pemilih setuju merdeka dari federasi Serbia yang juga telah disetujui PBB--- adalah kebencian  yang “diledakkan” ke angkasa.

Tak lama Slobodan Milosevic, Presiden Serbia memerintahkan tentara dengan buas membunuhi anak anak, memperkosa para perempuan, ---bahkan membunuh bayi-bayi dalam kandungan para ibu—--, menghabisi siapa saja, meratakan desa dan kota dengan perintah yang jelas: “pembersihan etnik” Bosnia. 

Lalu, kisah pembersihan etnik Muslim Bosnia dari buminya  saat itu menjadi headline berita media massa sepanjang 1992 dan 1993. Genosida dilakukan secara nyata, telanjang. Majalah The Economist meringkas skala kekejamannya: “Pembersihan populasi Muslim dari kawasan yang dicaplok Serbia adalah tragedi terbesar di Eropa sejak perang Dunia ke II. Kekejaman Serbia hanya bisa ditandingi oleh kekejian Nazi Jerman dan Khmer Merah di Kamboja”. Anehnya, kebiadaban itu terjadi justru di jantung Eropa yang dicitrakan “beradab”, pada sebuah negeri yang hanya berjarak penerbangan dua jam dari Swiss, Prancis, Austria atau Italia. 

PBB, misalnya tak berdaya ketika bantuan kemanusian UNHCR saat menuju kota Srebrenica selalu diserang tentara Serbia. 

Pada 9 Oktober 1992 Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi larangan terbang di wilayah Bosnia, namun dilanggar ratusan kali (berdasarkan catatan PBB) dan tentu saja tak ada sanksi. 

(Dok. Monumen genosida lebih dari 8000 lelaki dan remaja Muslim Bosnia pada Juli 1995. Sumber: Wikimedia Common, English Wikipedia user The Dragon of Bosnia, CC BY-SA 3.0)

Puncaknya, PBB dan Uni Eropa memberikan solusi yang tak hanya menyudutkan Bosnia, tapi juga berbau apartheid: membagi Bosnia menjadi tiga republik mini berdasarkan etnis (Muslim 30 persen), Serbia 51 persen dan Kroasia 19 persen). Sebuah perjanjian yang dibuat dalam keadaan Bosnia yang tengah terdesak oleh invasi brutal Serbia.

Demikian, PBB dan Uni Eropa bukan hanya gagal menghukum kejahatan perang Serbia, negeri negeri di Utara yang kerap mengklaim sebagai kampiun demokrasi justru menjadi sponsor sistem apartheid, yang didahului tindakan penuh anyir darah genosida pada warga Bosnia.

“Kami berperang sendirian,”  gugat Zuplevic pada puncak puncak kekejian perang di Bosnia. Tapi kita tahu, Zuplevic sebenarnya tak pernah benar-benar sendirian. Di belahan bumi lain, ada sebuah bangsa yang hampir 60 tahun lebih disia-sia, digebah, diusir disingkirkan, tak hanya badannya, tapi juga pemikiran, sejarah dan bahasanya dari negerinya sendiri: Palestina.

Israel, bangsa yang sebenarnya pernah jadi ‘korban’ genosida, ternyata bukan hanya gagal bersolidaritas, tapi justru menjadi pelaku genosida.  

Dan Barat yang begitu rajin membangun museum Holocaust di mana-mana, sebagai tanda solidaritas kepada orang-orang Yahudi yang dibunuh dan diusir di Eropa pada zaman Hitler di masa lalu, entah karena rasa bersalah atau kebebalan, begitu sedikit simpati kepada orang Palestina. 

(Dok - Seorang anak warga Palestina duduk di pemakaman masal warga Palestina korban zionis Israel. Sumber: ANTARA/Xinhua)

Dan yang terjadi kemudian adalah perang untuk merayakan dendam berdasarkan kebanggaan kebangsaan dan kebencian ras dan kaum.

Dari mulut seorang rabi saat penguburan Baruch Goldstein, seorang zionis yang tewas usai dipukul pemuda Palestina usai membantai warga Palestina saat sholat Subuh di Masjid Ibrahim, Hebron. “Sejuta orang Arab tak seberharga sepotong kuku jari tangan orang Yahudi.” Sebuah glorifikasi pada kebrutalan dan nafsu rendah manusia itu diucapkan dengan enteng oleh Rabi itu.

Maka, kita menyaksikan kekejaman yang di luar nalar manusia.

Tentara Israel tiba tiba menembaki kerumunan warga Palestina yang tengah antre di sekitar truk yang memberikan bantuan makanan yang sejak Januari 2024 tak pernah datang lagi. Banyak bayi meregang nyawa karena perutnya tak disumpal susu dan makan. Kelaparan dan kekurangan gizi akut mendorong kaum perempuan dan sebagian besar anak anak menyerbu truk bantuan kemanusiaan. Ini dipahami sebagai ancaman dan dijawab dengan berondongan senjata. Ratusan warga sipil tewas, terutama perempuan dan anak anak.

Rumah sakit dan kawasan pengungsi justru jadi wilayah tak aman. Kita tahu rumah sakit-rumah sakit di Palestina (juga rumah sakit Indonesia) dikepung, dihujani bom dengan brutal. Bantuan obat obatan dihentikan, listrik untuk mengoperasikan alat alat medis dan aliran air bersih dimatikan. Pasien berguguran satu persatu dalam  pelukan tenaga medis yang tak bisa lagi melakukan apapun. Bahkan tak sedikit tenaga medis yang jadi sasaran peluru tentara Israel.

(Warga Palestina mengeluarkan puing-puing kendaraan bantuan kemanusiaan yang rusak berat akibat  serangan udara Israel yang mengakibatkan sembilan orang tewas dan puluhan luka-luka, di Deir al-Balah, Gaza, Palestina, Minggu (3/3/2024). Sumber: ANTARA)

Skala kekejaman terus ditambah: tentara Israel menyamar sebagai tenaga medis menembaki pasien pasien di dalam rumah sakit di Jenis, Palestina. Dengan senapan otomatis berperedam, serangan jelas sangat “efektif”: pemuda pemuda Palestina –yang tengah dalam perawatan itu— berguguran.

Bahkan jenazah pun tetap tak aman. Mereka mencuri jenazah-jenazah di jalan, memutilasi dan mengambil organ-organ penting dari jasad warga warga Palestina yang meninggal dunia.

Dengan nalar apa fakta-fakta ini kita pahami, kecuali yang tengah berlangsung di Palestina adalah sebuah pembersihan etnis alias genosida.

Namun, sejarah dunia tetap menyimpan harapan. Afrika Selatan, negeri yang pernah menderita akibat politik apartheid,  mengajukan gugatan kejahatan perang atas genosida Israel pada Palestina di Mahkamah Internasional. Afsel maju menggugat  Israel justru karena pernah senasib, merasakan betapa jahatnya hidup berdasarkan pemisahan pemisahan kelompok ras dan perkauman.

Di hadapan 17 hakim internasional pada sidang Mahkamah Internasional di Den Haag, Belanda, suara Dubes Afrika Selatan untuk Belanda, Vusimuzi Madonsela terdengar bergetar:

"Kami sebagai orang Afrika Selatan merasakan hingga ke belahan hati kami, praktik-praktik rezim Israel sebagai bentuk yang lebih ekstrim dari apartheid, yang pernah dilembagakan terhadap orang kulit hitam di negara kami sejak tahun 1948 hingga tahun 1994. Ini harus dihentikan"

(Dok. Puing reruntuhan rumah warga Palestina akibat serangan udara Israel. Sumber: ANTARA)

Gugatan Afrika Selatan dikabulkan. Mahkamah Internasional memutuskan bahwa Israel, sebagai kekuatan pendudukan, harus mencegah genosida. Sebagian besar dari 17 hakim panel memberikan suara mendukung dilakukannya tindakan segera menghentikan perang di Gaza.

Meski kita tahu, kekejaman tak juga berhenti di Gaza. Tentara Israel tetap menyerang tenda pengungsi, truk bantuan kemanusiaan dan rumah sakit secara brutal. Namun, dengan ini solidaritas dari negara negara Selatan, bangsa bangsa yang pernah terjajah di Afrika, Amerika Latin dan Asia Selatan justru muncul. Jadi siapapun yang masih percaya pada PBB dan Uni Eropa, bacalah sejarah Bosnia. (Ecep Suwardaniyasa Muslimin.)

 

Komentar
Berita Terkait
Topik Terkait
Saksikan Juga
Jangan Lewatkan
Satu Langkah Lebih Maju dari Sarwendah, Ayu Ting Ting Berhasil Curi Perhatian Ibunda Boy William, Sang Mama Bilang…

Satu Langkah Lebih Maju dari Sarwendah, Ayu Ting Ting Berhasil Curi Perhatian Ibunda Boy William, Sang Mama Bilang…

Ayu Ting Ting pernah lebih maju dari Sarwendah dalam hubungan dengan Boy William. Ia telah dikenalkan ke keluarga Boy dan mendapat dukungan dari ibundanya.
Pemain Timnas Indonesia Ternyata Dipaksa Keras di Piala AFF, Shin Tae-yong Mesti Tanggung Jawab soal Kegagalan Ini?

Pemain Timnas Indonesia Ternyata Dipaksa Keras di Piala AFF, Shin Tae-yong Mesti Tanggung Jawab soal Kegagalan Ini?

Timnas Indonesia gagal lolos ke babak semifinal Piala AFF 2024 seusai ditumbangkan Filipina 0-1 di Stadion Manahan, Solo, Jawa Tengah. Skuad muda Shin Tae-yong.
Menag Kritik Tak Ada Suara Azan di PIK, DPP Samudra: Muslim Mayoritas!

Menag Kritik Tak Ada Suara Azan di PIK, DPP Samudra: Muslim Mayoritas!

Sekitar 1.000 hektare di Pantai Indah Kapuk (PIK) tidak ada suara azan
Roman Nazarenko WN Ukraina Pengendali Lab Narkoba Ditangkap Saat akan Kabur ke Dubai

Roman Nazarenko WN Ukraina Pengendali Lab Narkoba Ditangkap Saat akan Kabur ke Dubai

Warga negara (WN) Ukraina, Roman Nazarenko yang terlibat dalam kasus laboratorium narkotika rahasia (clandestine lab) di Bali ditangkap saat akan kabur ke Dubai
Cara Kemenag Sarankan Generasi Muda Gelar Kegiatan Lomba Lari untuk Dekatkan Budaya Zakat-Wakaf

Cara Kemenag Sarankan Generasi Muda Gelar Kegiatan Lomba Lari untuk Dekatkan Budaya Zakat-Wakaf

Kepala Subdit Bina Kelembagaan dan Kerja Sama Kementerian Agama (Kemenag) Muhibuddin mengatakan pendekatan budaya zakat dan wakaf lewat rangkaian lomba lari.
Sejak Awal AFF 2024 pun Sudah Terlihat Jelas Nasib Timnas Indonesia, Bisa Ditebak Skuad Shin Tae-yong akan...

Sejak Awal AFF 2024 pun Sudah Terlihat Jelas Nasib Timnas Indonesia, Bisa Ditebak Skuad Shin Tae-yong akan...

Salah satu pandit senior, Bung Binder menyatakan bahwa nasib Timnas Indonesia asuhan Shin Tae-yong di AFF 2024 sudah bisa terlihat jelas sejak lawan Myanmar
Trending
Rencana Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia Akhirnya Terbongkar, Ternyata STY Sudah Lama Persiapkan Hal ini...

Rencana Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia Akhirnya Terbongkar, Ternyata STY Sudah Lama Persiapkan Hal ini...

Rencana jangka panjang Shin Tae-yong untuk Timnas Indonesia akhirnya kini terungkap, ternyata selama ini STY sudah lama persiapkan hal tak terduga ini.
Blak-blakan Shin Tae-yong Soal Kartu Merah Muhammad Ferarri dan Marselino Ferdinan di Piala AFF 2024: Kecewa, Timnas Indonesia Jadi Sulit Cetak Gol

Blak-blakan Shin Tae-yong Soal Kartu Merah Muhammad Ferarri dan Marselino Ferdinan di Piala AFF 2024: Kecewa, Timnas Indonesia Jadi Sulit Cetak Gol

Pelatih Timnas Indonesia, Shin Tae-yong mengaku kecewa dengan para penggawa Garuda yang kerap mendapat hukuman kartu merah sepanjang turnamen Piala AFF 2024.
Media Amerika Kritik Muhammad Ferarri yang Dikartu Merah saat Lawan Filipina di Piala AFF 2024: Indisipliner Terbukti Merugikan Timnas Indonesia 

Media Amerika Kritik Muhammad Ferarri yang Dikartu Merah saat Lawan Filipina di Piala AFF 2024: Indisipliner Terbukti Merugikan Timnas Indonesia 

Media Amerika mengkritik kapten Timnas Indonesia, Muhammad Ferarri yang dikartu merah saat melawan Filipina di Piala AFF 2024.
Komentator Korea Selatan Beri Sindiran Menusuk usai Ferarri Dapat Kartu Merah di Laga Timnas Indonesia Vs Filipina: Shin Tae-yong Harusnya…

Komentator Korea Selatan Beri Sindiran Menusuk usai Ferarri Dapat Kartu Merah di Laga Timnas Indonesia Vs Filipina: Shin Tae-yong Harusnya…

Komentator Liga Korea Selatan beri sindiran menohok kepada kartu merah yang didapat Ferarri pada pertandingan Piala AFF 2024 antara Timnas Indonesia Vs FIlipina
Red Sparks Jauhi IBK Altos, Ini Klasemen Terbaru V-League 2024-2025 Usai Megawati Hangestri Win Streak 6 Kali

Red Sparks Jauhi IBK Altos, Ini Klasemen Terbaru V-League 2024-2025 Usai Megawati Hangestri Win Streak 6 Kali

Red Sparks berhasil mengalahkan GS Caltex dengan skor 3-1 (24-26, 25-16, 25-15, 25-17) di Daejeon, Sabtu (22/12/2024). 
Filipina Ketiban Sial usai Singkirkan Timnas Indonesia dari Piala AFF 2024, Bek Mualaf The Azkals Langsung Dipecat MU

Filipina Ketiban Sial usai Singkirkan Timnas Indonesia dari Piala AFF 2024, Bek Mualaf The Azkals Langsung Dipecat MU

Timnas Filipina ketiban sial usai menyingkirkan Timnas Indonesia dari Piala AFF 2024 karena bek mualaf andalannya langsung dipecat MU.
Reaksi Berkelas Erick Thohir Soal Timnas Indonesia Gugur di Piala AFF 2024, Bicara Evaluasi Pelatih, Katanya...

Reaksi Berkelas Erick Thohir Soal Timnas Indonesia Gugur di Piala AFF 2024, Bicara Evaluasi Pelatih, Katanya...

Ketua PSSI Erick Thohir angkat bicara soal Timnas Indonesia yang gagal lolos ke babak semifinal Piala AFF 2024. Dia bicara soal evaluasi pelatih, katanya...
Selengkapnya
Viral