Asas tersebut dapat diartikan sebagai hilang atau lepasnya hak seseorang karena tidak melakukan perbuatan hukum tertentu.
Hal ini sebagai konsekuensi berlakunya asas presumtio iuste causa (asas praduga rechtmatig). Dalam hukum administrasi negara, lazim dikenal asas presumptio iustae causa, atau yang dalam bahasa Belanda disebut het vermoeden van rechtmatigheid.
Pada intinya, prinsip ini bermakna bahwa setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pejabat atau badan tata usaha negara/pemerintahan dianggap sah menurut hukum.
Keputusan itu baru dianggap tidak sah apabila sudah diputuskan tidak sah oleh pengadilan, artinya ada putusan pembatalan (vernietiging) dari pengadilan yang berwenang.
Doktrin hukum administrasi negara banyak menyinggung asas ini.
Menurut Ridwan HR (2017), konsekuensi asas ini adalah pada dasarnya keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak dapat ditunda pelaksanaannya meskipun ada keberatan (bezwaar), banding (beroep), perlawanan (bestreden) atau gugatan terhadap suatu keputusan oleh pihak yang dikenai keputusan tersebut.
Menurut Indroharto, bertentangan tidaknya suatu keputusan dapat menjadi dasar untuk menguji suatu keputusan tata usaha negara. Suatu penetapan tertulis dapat dianggap bertentangan dengan peraturan perundang- undangan apabila:
(1) badan atau jabatan yang menerbitkan keputusan tidak mempunyai wewenang;
(2) ada wewenang dalam perundang-undangan,tetapi sebenarnya bukan diberikan kepada instansi yang menerbitkan keputusan;
(3) keputusan yang dikeluarkan bertentangan dengan peraturan yang menjadi dasar wewenang;
(4) peraturan yang menjadi dasar penerbitan keputusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; atau
(5) penetapan yang disengketakan diterbitkan secara menyimpang dari prosedur yang harus diterapkan.
Load more