Apalagi, ingatan publik masih segar dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah batasan usia sehingga putra sulung Presiden Jokowi Gibran Rakabuming Raka melenggang menjadi calon wakil presiden dalam pemilu 2024. Apakah putusan MA ini juga akan jadi karpet merah bagi sang putra bungsu Kaesang Pangarep?
Partai Garuda memang telah membantah adanya muatan politik dari uji materi PKPU tersebut. “Gugatan kami jelas mengacu hasil diskusi dan rapat pleno dari fungsionaris Partai Garuda yang menginginkan anak muda terus maju,” ujar Sekjen Partai Garuda Yohanna Murtika. Namun, kita tahu, ini bukan “kegemparan” pertama yang dibuat Partai Garuda. Setahun lalu, persisnya 2 Mei 2023, partai ini juga yang mengajukan uji materi Pasal 169 huruf Q UU Pemilu pada Mahkamah Konstitusi.
Namun, seperti kata Milan Kundera, novelis Ceko-Perancis yang banyak dikutip, “perjuangan melawan kekuasaan adalah perjuangan ingatan melawan lupa”, kita wajib mengingatkan penguasa bahwa akrobatik hukum semacam putusan MA terbaru sebenarnya sebuah penghancuran bangunan negara hukum yang sudah susah payah diupayakan para pendiri bangsa. Dengan jatuh bangun, tokoh bangsa seperti Soekarno, Hatta, Sjahrir, Moh Natsir mengupayakan tegaknya negara hukum, sebuah tatanan politik dimana hukum bisa mengontrol dan membatasi penguasa. Bukan sebaliknya, penguasa yang menekuk-nekuk hukum untuk mewujudkan ambisi kekuasaannya.
Sebenarnya jika tak ingin memancing kegaduhan dan tak ingin dituduh ada udang di balik rempeyek, bijak jika pemberlakuan putusan MA ini (seperti tradisi hukum sebelumnya) tidak diterapkan pada pilkada 2024, melainkan pilkada selanjutnya. Dengan ini prasangka aturan ini hanya untuk memberi karpet merah pada anak presiden bisa ditepis. Sebab, melik gggendong lali, ambisi membuat lupa. Kami tak ingin negara jadi seperti dalam lakon carangan pertunjukan wayang Petruk Dadi Ratu yang silang sengkarut, jungkir balik norma normanya. (Ecep Suwardaniyasa Muslimin)
Load more