Demikian, Purwokerto mengalami kemajuan pesat dibandingkan ketika seperempat abad lalu saya menghabiskan masa muda di kota ini.
Banyak bangunan baru berdiri. Yang paling terasa, ekonomi menggeliat di berbagai tingkatannya. Cara mengeceknya adalah saya datangi beberapa pasar tradisional. Pagi hari-tentu sambil lari pagi-saya ke Pasar Manis yang bersih dan rapih itu. Di sini sejak azan syubuh berkumandang pun, ratusan pedagang dan pembeli sudah tumplek blek untuk berniaga.
Berbeda dengan pasar tradisional di tempat lain yang seringkali dibiarkan kumuh dan becek, Pasar Manis di Purwokerto nyaman untuk berniaga karena ditata dengan baik.
Zonasi antarpedagang ditata dengan jarak yang nyaman. Pedagang ayam, daging sapi dan ikan misalnya diberi tata udara dan cahaya yang baik sehingga aroma udara di dalam pasar tetap segar. Begitu juga air limbah pedagang tidak dibuang di jalanan. Saat saya berkeliling jalanan di sekitarnya tetap kering, tidak becek oleh air sisa dagangan penjual.
Bahkan pengelola meyediakan ruang laktasi bagi ibu hamil dan balai pertemuan untuk pedagang. Jika beruntung, pembeli bisa dihibur aneka pertunjukan, dari musik klenengan, campur sari, atau tayuban di dalam pasar. Tak heran jika kegiatan jual beli di pasar ini bisa terjadi hingga larut malam.
Tak hanya merevitalisasi pasar tradisional. Penduduk diajak saling berinteraksi di jalanan kota yang lebar. Saat melewati jalan di sekitar GOR Satria, misalnya beberapa ruas jalan sengaja ditutup Pemkab, lalu warga dibiarkan berdagang apa saja dalam bazar akhir pekan. Warga yang tengah berolah raga lalu membeli jajanan untuk dimakan di tempat atau dibawa pulang.
Load more