Katika Timnas menghajar kesebelasan Arab Saudi di Gelora Bung Karno, salah satu tim paling kuat di Asia yang pernah beberapa kali tampil di Piala Dunia, bahkan pernah mengalahkan Argentina yang pernah jadi Juara Dunia, ada perasaan bangga setinggi langit dengan kemampuan anak bangsa. Rasa rasanya setelah melesakan dua gol tanpa balas kita seperti sudah menggondol piala supremasi tertinggi di ajang sepak bola dunia.
Di titik itu, saya merasa sepak bola telah menjadi soft power, alat diplomasi kebudayaan yang efektif. Kiprah timnas kita yang bisa menyamai prestasi tim tim kelas dunia banyak dibahas oleh media media asing. Kita dianggap sudah berdiri sama tinggi, duduk sama rendah dengan bangsa bangsa di dunia.
Saya membayangkan Indonesia bisa seperti Korea Selatan yang dengan budaya K-Popnya merangsek ke ke lima benua di dunia. Kebudayaan popular Korea dihargai di forum forum bergengsi. Kita tahu film Korea sudah pernah diganjar Oscar. Novel karya penulis Korea, Han Kang misalnya belum lama diganjar Nobel Kesusasteraan.
Namun, kita tahu perjalanan revolusi sepak bola belum usai. Kita masih harus bertarung dengan cukup berat di Kualifikasi Piala Dunia, belum lama kita bahkan keok di turnamen Piala AFF sebagai bukti kekuatan kita belum merata di semua umur, bibit bibit pemain baru masih perlu digenjot.
Masalah dalam ekosistem sepak bola kita memang masih banyak. Ini bisa saya rasakan setelah beberapa bulan belakangan saya intens mendampingi tim sepak bola kota saya: Persikotas.
Load more