Namun, setelah bertungkus lumus saya jadi tahu memang tak ada yang instan--selain hidangan cepat saji di restoran--- ketika kita sudah mengurus klub sepak bola. Mengelola klub di sebuah negara yang sepak bolanya belum jadi bisnis kita harus rela mengurusi hampir segala hal. Kita tak hanya mencari pemain dan pelatih yang mumpuni, tapi juga mencari lokasi berlatih, menyusun jadwal latihan, mencari sponsor, membuat jersey, mengurus jadwal dan perizinan pertandingan, hingga mengelola supporter. Belum lagi sebagai orang yang dituakan kita harus ikut merawat, menjaga ego dan mood pemain. Terus terang sebagai professional saya belum pernah mengalami interaksi sedalam dan sekompleks pengelolaan klub sepak bola.
Yang tersulit tentu saja adalah urusan finansial. Saya harus ketat menjaga arus pemasukan dan pengeluaran uang. Bukan apa apa, sebuah klub yang sehat dan berprestasi harus didukung kekuatan finansial yang cukup.
Padahal kita tahu sumber pemasukan klub di Indonesia masih sangat terbatas. Jika di Eropa klub mendapatkan sokongan dana yang cukup dari sponsorship, hak siar televisi, tiket pertandingan hingga merchandise. Bagi Persikotas kami masih mengais ngais sponsor, tiket dan sedikit penjualan merchandise.
Namun, jalan sudah ditempuh, ternyata apa yang dilakukan sudah benar. Ini terbukti dari penampilan Persikotas yang tak buruk selama mengarungi liga empat seri dua. Finish di Juara Ketiga, Persikotas bisa mengukir sejarah dengan promosi ke liga 4 seri 1.
Selama babak kualifikasi, Persikotas salah satu tim yang paling produktif dan minim kebobolan. Pemain, pelatih dan supporter saling dukung dengan hati sehingga kolaborasi apik membuahkan hasil yang ciamik.
Load more