tvOnenews.com - MAJU KENA, Mundur Kena, begitu judul film Warkop yang kondang di era 1980an. Pepatah lama itu melukiskan keadaan yang serba berat. Itulah yang harus ditanggung PSSI saat ini paska melepas Shin Tae-yong, pelatih timnas asal Korea Selaran.
Keputusan berat itu sesungguhnya sudah sayup-sayup terdengar sejak tahun lalu, tetapi hingga Piala Asean, Desember 2024, tak pernah jadi kenyataan. Namun, Senin (6/1/25) siang, akhirnya gelegar itu datang juga.
Para pendukung timnas, wabil khusus STY, sangat terkejut. Kecewa dan tidak sedikit yang marah. Media sosial dalam sekejab dipenuhi oleh perbincangan tentang PSSI dan STY. Sesuatu yang normal terjadi.
Namun, pergantian pelatih dalam satu timnas, sesungguhnya hal yang biasa. Pergantian adalah haknya federasi dalam hal ini PSSI. Dan, pergantian pasti bertujuan untuk perbaikan.
Biasanya, pergantian didasari oleh indikator prestasi. Pelatih bisa diganti jika tidak dapat memenuhi terget tertentu. Dan, niasanya juga tertuang alam kontrak. Sekedar mengingatkan, tahun 2019, STY dikontrak untuk menangani timnas U20, di mana Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia. Karena masalah politik prakris, menolak Israel, kita batal jadi tuan rumah, dan STY dialihfungsikan ke timnas yang lain.
Tapi pergantian itu bisa juga karena ada hal-hal yang lain. Salah satunya adalah soal komunikasi. Untuk yang satu ini, komunikasi bukan hanya dengan pemain, tetapi juga dengan mayoritas pengurus, dan atau pihak lain.
Nah, dari seabrek prestasi STY, yang paling menonjol adalah kumpulan pemain naturalisasi (prestasi tersendiri) dan membawa tiga level timnas ke putaran final piala Asia.
Sepanjang sejarah, sejak 19 April 1930, lahirnya PSSI, belum ada seorang pelatih nasional dari mana pun itu, termasuk Toni Pogacknik (Yugoslavia, sukses menahan menahan Uni Soviet 0-0 di laga pertama, dan kalah 0-4 di laga play off, babak kedua Olimpiade, Merlbourne 1956). Juga, Wiel Coerver (Belanda, nyaris membawa timnas ke Olimpiade, Montreal, Kanada, di laga terakhir kalah adu penalti dari Korut, 1976).
STY, mampu membawa secara bersamaan timnas ke putaran final Piala Asia. Langsung atau tidak, STY mampu membawa U17, U20, dan Senior ke putaran final.
Betul kita pernah juara Asia junior, 1961 (juara tanpa bertanding bersama Birma, sekarang Myanmar), tapi belum sekali pun secara bersamaan. Timnas Senior kita belum sekalipun meraih gelar, namun itu tetap prestasi yang harus kita akui.
Jadi, jika orang terkejut, orang kecewa, orang marah, sekali lagi sangat wajar. Tetapi, jika PSSI mengambil haknya, pasti dengan berbagai perhitungan matang, juga sangat wajar.
Sebagai bagian dari timnas yang tidak langsung, kita wajib berdoa agar timnas kita tetap berada di jalan terbaik. Kita berharap agar timnas senior kita tetap mampu lolos ke putaran Final Piala Dunia 2026. Kita berharap juga agar polemik atau badai ini segera berlalu.
Ibaratnya PSSI mengalami situasi, Maju Kena (mengganti STY) Mundur Kena (menunjuk pelatih baru). Karena, apa pun juga, melepas STY yang sudah mengantarkan tiga level timnas ke putaran Final Piala Asia, tentu bukan pekerjaan mudah. Dan, siapa pun juga pelatih yang kelak ditunjuk PSSI sebagai pengganti, langkahnya akan sangat berat. Harus mampu menjaga prestasi tiga level itu tetap tampil baik, terutama harus mampu meloloskan timnas senior ke Piala Dunia 2026.
Begitulah langkah yang harus diambil...
Penulis: M. Nigara, Wartawan Sepakbola Senior
Load more