Apakah "karangan" tersebut sebagai balas budi pada H.M. Soeharto yang mengangkatnya menjadi anggota MPR RI pada tahun 1997 atau justru mungkin bisa ditafsir untuk menjerumuskan H.M. Soeharto agar dianggap sebagai letkol yang melakukan perang tanpa perintah Presiden, Menhan, Panglima Besar Jenderal Soedirman, dan Kolonel Bambang Sugeng selaku Panglima Divisi III Wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta?
Kita tentu tak bisa simpulkan apa motifnya. Akan tetapi pernyataan Fadli Zon telah memaksa kita membuka kembali dokumen sejarah, tidak hanya tentang 1 Maret, tetapi ikut terbuka juga catatan kekerasan, memori luka, daftar nama korban penculikan, penembakan misterius, Tanjung Priok 1984 serta deretan "luka" lainnya. Pernyataan Fadli memaksa kita kembali menggali ingatan demi ingatan masa lalu yang selama ini mulai memudar oleh waktu dan kedewasaan dari usia kita sebagai bangsa.
Akhir kata, daripada Fadli Zon meminta Pemerintah merevisi kepres tersebut maka jauh lebih baik Fadli Zon merevisi kembali ingatan, bacaan, dan alur logika sejarahnya agar tidak terjadi seperti apa kata pepatah kerbau punya susu, sapi punya nama. (ant/ito)
*) Penulis: Adian Napitupulu, Sekjen PENA 98 (Persatuan Nasional Aktivis 98)
Load more