tvOnenews.com - Tokyo Marathon 2025 baru saja usai diselenggarakan pada 2 Maret lalu. Sebanyak 37.785 partisipan yang berasal dari seluruh dunia bergabung. Tercatat asal negara peserta adalah sebanyak 157 negara dari total 195 negara yang ada, bergabung dalam race ini. Lomba lari yang telah diinisiasi sejak 2007 ini termasuk lomba lari termuda dalam penyelenggaraan, yang masuk dalam klasifikasi enam race World Marathon Majors (WMM). Dan satu-satunya pula negara Asia yang lomba larinya diakui dalam standar World Athletic untuk masuk ke WMM tersebut. Begitu istimewanya Tokyo Marathon, sehingga pelari Indonesia pun berebut untuk bergabung, dan mendaftarkan diri dalam sistem ballot-nya.
Sejumlah pelari Indonesia yang dijumpai di Taman Yoyogi, saat melakukan lari pemanasan sehari sebelum lomba, bercerita tentang perjuangan mereka menuju Tokyo Marathon. Su Yen, misalnya, pelari asal Bintan, Kepulauan Riau, bercerita ia telah lebih dari lima kali mengakses ballot Tokyo Marathon, dan baru tahun ini beruntung mendapatkannya. Ia pun tak segan berangkat seorang diri ke Tokyo. Ada pula sejumlah lain yang berangkat melalui jalur charity, mereka membeli kesempatan berlari dengan berdonasi sekitar Rp 30 juta hingga Rp 50 juta untuk mendapatkan kesempatan berlari. Meski demikan, ada pula yang beruntung mendapatkan tiket lari pada kesempatan pertama mengikuti ballot. Itu yang dialami oleh Deni, peserta dari Jakarta. “Saya tidak menduga, ini memang sudah rejeki jadi saya perjuangkan dengan berlatih maksimal, hasilnya saya masuk finis dengan catatan waktu 4 jam 59 menit,” tuturnya.
Meski belum dijumpai catatan resmi, agaknya lebih dari 500 pelari Indonesia bergabung pada Tokyo Marathon. Rombongan Indonesia ini masih pula ditambah dengan tim pendukung, yang sengaja berangkat meski tak berlari. “Saya menyemangati seorang teman komunitas berlari di sini,” ujar Anggy Puspita yang berangkat dari Jakarta tiga hari sebelum hari lomba. Ia dan teman-temannya mengambil titik cheering di kawasan Asakusa, sekitar km 34.
Gaung Tokyo Marathon yang seakan menjadi magnet memikat para pelari dan pendukungnya tersebut, tentu memberikan dampak luar biasa bagi Tokyo dan tentu Jepang. Umumnya para pelari tidak melulu menghabiskan waktunya di Tokyo.
Dengan akses kendaraan yang mudah, para peserta dan pengunjung telah menetapkan rencana mengunjungi sejumlah kota setelah lomba. Deni pun meneruskan perjalanannya lepas dari Tokyo Marathon, ke Fujikawaguchiko, Osaka dan menghabiskan waktu empat malam di Sapporo, Hokaido. Demikian pula pelari lain yang dijumpai, antara lain Teddy Iskandar yang melanjutkan perjalanan ke Kyoto bersama istrinya.
Konsep sport tourism yang melekat pada Tokyo Marathon terbangun dengan sangat kuat. Tidak heran bila dampak ekonominya pun sangat signifikan. Angka terakhir yang terbit atas dampak ekonomi Tokyo Marathon 2024, mencatat pemasukan sebesar Rp 5.9 trilyun. Angka fantastis yang dicapai relatif dalam waktu sepekan saja.
Untuk mencapainya, tentu banyak hal yang harus diperhatikan dan melekat tumbuh bersama lomba lari yang diselenggarakan. Di antaranya infrastruktur kota yang sangat memadai, termasuk sistem transportasi yang efisien. Dukungan Kerjasama tata kota dan lembaganya, misalnya kepolisian, pemerintah kota dan berbagai unsur terkait, melekat pula sebagai satu sistem yang saling mengait. Keterlibatan masyarakat yang menjadi tim sorak, yang ternyata tidak hanya datang dari Tokyo, melainkan juga dari kota sekitar, misalnya Yokohama, Osaka, Kyoto dan lain-lain, meramaikan kota dan memberi semangat tulus pada pelari, menciptakan suasana yang ramah bagi pelari dan menjadi energi tersendiri.
Sudah tentu pada saat kegiatan jalan yang menjadi jalur lomba ditutup sama sekali dari kendaraan selama sekitar tujuh jam, sesuai jangka waktu pelari berada di racecourse. Hampir seluruh tepian jalan diberi pagar pembatas atau barikade untuk memaksimalkan sterilisasi jalur lomba. Ribuan petugas terlibat, yang masing-masing mengenakan parka atau vest berbeda warna sesuai dengan fungsi, menjadikan lomba ini benar-benar runners friendly. Para petugas yang disebut sebagai voluntainer, ini datang dari berbagai negara, “Syarat utamanya harus bisa berbahasa Jepang,” ujar Aji, salah satu petugas asal Indonesia yang titik kerjanya di area selepas finis. Aji sendiri tinggal dan bekerja di Tokyo dan tidak memiliki kendala bahasa, ia telah lancar berbahasa Jepang.
Akan tetapi tidak ada gading yang tak retak. Tokyo Marathon kali ini dikeluhkan sejumlah pelari akan kondisi pos minumnya. “Saya sampai menciduk air dengan tangan dari jar-nya,” ujar seorang peserta asal Liverpool. Ia yang sudah berlari WMM sebanyak tiga kali cukup kaget dengan hal itu. Apalagi Tokyo hari itu terasa relatif panas dengan temperatur cuaca saat lomba antara 10 hingga 22 derajat Celsius.
Load more