Sifat Allah yang lain adalah Yang Maha Pemberi Kedamaian (as-Salaam), sebagaimana dalam al-Qurán Allah menggambarkan diri-Nya dengan kata as-Salaam, Maha Pemberi Kedamaian. Karenanya seoarang Muslim dapat mengatakan bahwa Allah adalah damai dan kerinduannya akan kedamaian tidak lain adalah kerinduannya akan Allah (Nasr, 2002). Dalam al-Qurán kedamaian digambarkan dalam ungkapan sakral dengan kehadiran Yang Mahas Suci (Divine presence). Menurut filsuf Seyyed Hossein Nasr, karena damai adalah kualitas yang kekal, ia tidak mudah untuk di gapai baik ke dalam maupun keluar. Untuk memancarkan kedamaian, seseorang harus berdamai dengan dirinya. Dan untuk dapat berdamai dengan dirinya ia harus berdamai dengan Tuhannya. Puasa Ramadhan dapat menjadi sarana hamba untuk berdamai dengan Allah, Sang Maha Damai, melalui perilaku menebar kedamaian kepada sesama.
Kerinduan akan kedamaian dapat direfleksikan dengan sikap dan perilaku tenang dan khusu’ dalam beribadah dan keseharian. Seajalan dengan ini dapat juga diaktualkan, antara lain, melalui sikap dan tindakan anti kekerasan dan perang. Apapun alasannya perang adalah bukan solusi terbaik bagi perselisihan dan konflik, kecuali ia menimbulkan kenestapaan, kesengsaraan dan korban kemanusiaan.
Ramadhan mengajarkan kita akan kedamaian dan perdamaian. Saat perang masih menjadi pilihan manusia modern, saat itu pula sesungguhnya dunia tengah berhajat kepada seruan damai. Islam sebagai agama yang identik dengan kedamaian seharusnya di aktualkan dengan mendidik pemeluknya sebagai agen penebar kasih sayang (rahmah) untuk semesta, rahmatan lil ‘alamin.
Mencermati situasi sosial ekonomi tanah air dan dunia hari ini, menyegarkan spirit Ramadhan adalah langkah paling tepat bagi ummat Islam Indonesia. Inilah momentum terbaik untuk meningkatkan sikap toleran, membangun solidaritas sesama untuk bangkit bersama dari keterpurukan akibat pandemi global, dan menyeru perdamaian dunia. Semoga.
Penulis:
Achmad Ubaedillah, Pengurus Badan Pengembangan Jaringan Internasional PBNU
Load more