Lantas apakah TV yang menayangkan Liga Indonesia untung? Saya meyakini, sejak 2006 hingga sekarang, tak ada TV yang untung. Siaran Liga itu proyek rugi. Tapi kenapa Emtek menggenggam erat-erat, sementara MNC terang-terangan mengincar. Semata demi rating dan image bagus, bukan karena cuan.
Rating tinggi membuat posisi TV nomor satu. Itu memperbaiki citra dan meningkatkan value perusahaan. Sebulan lalu, TV nomor satu adalah RCTI. Juli 2022, INDOSIAR menyalip karena menayangkan secara berturut-turut sepakbola Piala Presiden dan Timnas U-19 Piala AFF.
Pertanyaan: kenapa proyek rugi? Rating ‘kan tinggi, harga iklan bisa mahal, iklan pun pasti penuh? Betul sekali. Tapi begini dalilnya. Sepakbola itu slot waktunya 120 menit (dua jam), durasi iklan utama hanya sekitar 10 menit, yakni pada half time yg diselingi analisis komentator. Dengan durasi 10 menit, otomatis inventori iklan cuma 20 spot (satu spot iklan berdurasi 30 detik).
Dengan harga Rp700 juta, dengan potensi iklan cuma 20 spot, berarti satu spot mesti dijual di atas Rp35 juta. Itu mustahil, jauh di atas harga pasar. Sebab rata-rata harga per spot iklan di TV kita paling tinggi ialah Rp25 juta, dengan tradisi diskon sampai 30 persen.
Beda dengan pasar dan potensi sinetron. Ambil umpama, harga Rp300 juta. Slot tayangnya 60 menit, dan 25 menit di dalamnya bisa disisipkan iklan, sehingga inventori iklan 50 spot. Kalkulasinya: kalau menayangkan sinetron, cuannya bisa 4 kali lipat lebih banyak daripada siaran sepakbola.
Load more