Jakarta - Waduh! Saya diprotes beberapa kawan wartawan, nyaris pula dibully netizen yang membaca artikel "Motif Parang Rusak Dalam Kasus 'Polisi Tembak Polisi'" yang saya tulis Jumat (12/8) lalu.
Masih beruntung saya tidak senasib dengan beberapa pejabat dan tokoh, termasuk Ketua Kompolnas Benny Mamoto dan petinggi Komnas HAM yang dibully habis karena diduga mau menutup maupun lamban dan berputar- putar menyingkap kasus "Polisi Tembak Polisi". Padahal, mereka digaji dan mendapat fasilitas untuk bekerja menurut tupoksinya.
Para pejabat itu minggu-minggu ini memang "dicuci" dipertanyakan "mens rea" nya oleh netizen di media sosial yang jumlahnya mungkin sebanyak 210 juta warga yang terhubung internet. Suara mereka menggemuruh siang malam.
Sebagian kawan dan netizen hanya menanyakan kesimpulan tulisan saya yang dinilai abstrak dan tidak tegas di bagian akhir artikel "Motif Parang Rusak Dalam Kasus 'Polisi Tembak Polisi'". Mereka menunjuk prasa ini : "Biarlah motif pembunuhan Brigadir Yosua mengapung mencari jalannya sendiri di dalam benak masing-masing publik".
Padahal, itu sikap sinis dan apatis saya terhadap otoritas. Kalau motif hanya dibuka di pengadilan itu pasti tertutup juga. Karena menyangkut kasus asusila hakim akan menyatakan sidang tertutup. Padahal, saya tidak setuju motif ditutup. Hanya saja sebagai wartawan, kode etik profesi mengikat wartawan tidak bisa memaksa sumber resmi mengungkap motif itu.
Namun, dalam kode etik jurnalistik ( KEJ) yang sama ada celah wartawan menyingkap kehidupan privasi demi kepentingan publik dan kepentingan penegakan hukum. Saya kutipkan isi Pasal 9 KEJ:
"Wartawan Indonesia menghormati hak nara sumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik".
Penjelasannya: Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik. Konkritnya, wartawan boleh malah berkewajiban, dengan segala upaya sendiri mengungkap kasus dan motifnya sekaligus.
Prinsip kerja wartawan secara universal memang membuka apa-apa yang kerap justru mau ditutup oleh pihak lain. UU Pers No 40/99 tiada melarang itu. KEJ yang merupakan konsep operasional wartawan "mempersenjatai" satu pasal untuk mendukung wartawan menyingkap sebuah kasus demi kepentingan publik dan demi penegakan hukum.
Load more