Jakarta - Seorang sahabat, wartawan senior, salah satu mentor kami di dunia jurnalistik semalam pergi dipanggil menghadap Ilahi. Dia adalah Drs HM Irsyad Sudiro MSi yang mengembuskan nafas terakhir Kamis (29/ 9) malam pukul 19.00 WIB dalam usia 80 tahun. Meninggalkan seorang istri, Ibu Hj. Fakhomah dan lima anak, putra-putri serta enam cucu.
Menurut Azimah, menantunya, almarhum sudah cukup lama tidak beraktifitas karena menderita sakit. Terakhir, ia dirawat lima hari di ICU RSCA Depok akibat komplikasi beberapa penyakit. Irsyad adalah wartawan senior mantan Redaktur Pelaksana Harian Angkatan Bersenjata.
Guru Agama
Irsyad kelahiran Kediri, Jawa Timur 4 Mei tahun 1942. Ia mengawali karir sebagai guru agama Islam (1961-1965). Kariernya di dunia pers diawali sebagai wartawan di Harian Angkatan Bersenjata (1965-1985). Meskipun setelah terjun ke politik secara formal tidak lagi sebagai wartawan, namun ia tidak pernah berhenti menulis, Irsyad bahkan melahirkan banyak buku.
Di dunia politik karirnya berkembang pesat. Dia termasuk elit senior di Partai Golkar, pernah duduk beberapa priode sebagai anggota DPR-RI. Irsyad Sudiro pernah menjabat Ketua Fraksi Golkar (1979-1999) dan dalam catatan ia anggota parlemen dari Golkar yang bersuara lantang di parlemen meminta Presiden Soeharto mengundurkan diri. Irsyad juga pernah menjadi Ketua Badan Kehormatan DPR-RI (2004-2009). Terakhir tercatat anggota Dewan Kehormatan DPP Partai Golkar hingga sekarang.
Saya mengenal Pak Irsyad pertengahan tahun 1970 an. Sering bertemu jika saya mengantarkan artikel kegiatan budaya dan resensi pertunjukan kesenian maupun film ke kantor HAB di Kramat Raya. Sosok yang enak dan nyambung diajak ngobrol. Kami sering berdiskusi soal perkembangan dunia kesenian dan kebudayaan. Ia kemudian menawari saya bekerja sebagai wartawan tetap di HAB sejak 1976.
Pendapatnya menarik mengenai kendala yang dihadapi dunia kesenian karena kita tidak serius menangani politik kebudayaan. Sorotannya terhadap ketimpangan perjalanan bangsa Indonesia sama. Karena pemerintah tidak menganggap pembangunan kebudayaan sebagai prioritas utama.
Presiden pertama Bung Karno memprioritaskan pembangunan politik selama pemerintahannya. Setelah itu Presiden Soeharto fokus pada pembangunan ekonomi. Mestinya setelah itu, pemerintahan selanjutnya fokus pada pembangunan kebudayaan. Setelah reformasi, berganti-ganti rezim yang berkuasa namun tidak satu pun meletakkan kebudayaan sebagai landasan pembangunan bangsa.
"Coba saja nanti lihat, pemerintahan yang tidak sungguh-sungguh mengurusi kebudayaan, akan menghadapi banyak problem dalam perjalanan pemerintahannya," paparnya berulang kali dalam berbagai tulisan dan ceramah.
Selain politik, Irsyad Sudiro memang punya perhatian pada dunia kesenian dan kebudayaan. Ia pun membuka rubrik/halaman kebudayaan di koran HAB dan saya diminta untuk mengisinya, selanjutnya saya diangkat menjadi redaktur di HAB. Tugasnya, termasuk bertanggung jawab atas halaman kebudayaan tersebut. Pembawaanya dominan sebagai wartawan.
Tidak begitu tertarik urusan prosedural dan birokratis. Alhasil 22 tahun saya menjadi wartawan di HAB tanpa pernah mengajukan surat lamaram bekerja. Irsyad lebih suka "menguji" dengan cara melibatkan anggota redaksinya dalam kegiatan nyata, dalam berbagai kegiatan peliputan di lapangan serta diskusi-diskusi informal.
Masih lekat dalam ingatan hal berkesan selama bekerjasama dengan mendiang. Saya selalu dilibatkan menemani dia tugas deadline di percetakan. Tugasnya menulis berita (berita stoper - begitu istilahnya masa itu) untuk mengisi lay out halaman kosong.
Itu di luar tugas saya sebenarnya, namun menyenangkan karena itu merupakan pengenalan awal terhadap tugas-tugas redaksional. Kelak pengalaman itu berguna dan terpakai saat saya memimpin media pers.
Hampir setiap malam di malam-malam dead line itu kami berboncengan menyusur jalan Kramat Raya menuju percetakan di daerah Kota dengan skuter miliknya.
Irsyad sosok energik dan kreatif. Panutan kalangan wartawan yunior. Saya banyak menyerap ilmunya. Cara dia mengatur waktu antara aktifitas sehari-harinya yang padat sebagai wartawan, redaktur pelaksana surat kabar harian penting di Indonesia, dengan aktifitas sebagai pengurus ormas MKGR, mengagumkan.
Melalui ormas MKGR (Musyawarah Kerja Gotong Royong salah satu kino Golkar) itulah yang menjadi akses dia terjun ke politik bergabung dengan Golkar hingga berhasil meraih cita-citanya sebagai anggota parlemen. (Dulu masih boleh wartawan merangkap sebagai politikus).
"Tidak ada yang berubah, tidak ada yang berbeda," ujarnya. Aspirasi rakyat yang disuarakan wartawan, diperjuangkam anggota DPR menjadi regulasi di parlemen," sambungnya.
Secara teratur setiap minggu dia aktif menulis artikel yang bersifat renungan (ingat backgroundnya sebagai guru agama) untuk rubrik tetapnya. Nama yang dipakai artikel itu nama samaran: Abu Firman.
Pembaca tulisannya cukup luas, dari pelbagai kalangan. Bisa dilihat dari jumlah surat pembaca yang merespons. Tulisan di rubrik itu juga diikuti Wakil Presiden RI Adam Malik.
Berita kepergian almarhum disampaikan pertama kali oleh Azimah, sang menantu. Tidak lama setelah Irsyad dinyatakan tiada.
Dalam sepekan ini, kami kehilangan dua kawan wartawan senior, yang kebetulan mentor kami satu "almamater". Sebelumnya, Minggu,25 September lalu, Darmansyah Darwis berpulang dalam usia 79 tahun. Almarhum juga wartawan senior, mantan Wakil Pemimpin Redaksi HAB.
Almarhum Irsyad Sudiro semalam disemayakan di rumah duka: Jl. Salak Raya No. 45 RT 02 RW 01, Mampang, Pancoran Mas, Depok, Jawa Barat. Jenasahnya akan dikebumikan hari Jumat (30/9) siang selepas Salat Jumat di TPU Pitara Depok.
Selamat jalan Pak Irsyad dan Pak Darman. Semoga Husnul Khotimah. Al Fatihah.
Load more