Sementara Maroko, menurut data, mayoritas pemainnya kelas dua, bermain di klub papan tengah di Eropa. Tim Singa Atlas tadinya cuma cameo, tim pelengkap agar Piala Dunia lebih berwarna. Maroko pun menerima stigma itu.
Saat Maroko memulangkan Spanyol dan Portugal, saya - mungkin juga Anda - membatin: "Sepak bola itu kejam, dan tidak adil. Mengapa Spanyol dan Portugal kalah, padahal mendominasi, dan punya banyak peluang gol?"
Kemudian saya baru paham, setelah menyimak petuah Ronaldo: "Talent without working hard is nothing - talenta tanpa kerja keras tak ada gunanya." Itu qoutes Ronaldo ketika ditanya, apa kunci suksesnya.
Secara teknik bersepak bola, Maroko memang masih di bawah Spanyol dan Portugal. Itu terlihat secara kasat mata. Maroko acap ketekan, ketimbang meneror lawan. Maroko lebih sering mengejar bola, dibanding mengolah bola.
Tapi Singa Atlas bukan badut. Mereka legiun asing, punya talenta, terbiasa kerja keras menghadapi ancaman. Perlawanan heroik Maroko justru manjur, lawan jadi frustrasi dan kendur, lalu mereka pun mencuri gol kemenangan.
Pendapat kawan saya lebih dalam lagi. "Itu berkah dari surah Al-Fatihah, yang dikirim oleh Umi (ibu) pemain," katanya. "Itu juga berkah doa orang-orang shalih di Maroko," kata kawan lainnya.
Load more