Sampai saat ini Prancis masih menangis. Belum juga menerima kalau Kylian Mbappe dan kawan-kawan gagal membawa pulang Piala Dunia untuk kali ketiga. Padahal sudah di depan mata.
Prancis kalah tragis lewat drama adu penalti, 2-4 dari Argentina. Sebelumnya kedua tim bermain imbang 2-2 pada waktu normal, kemudian 3-3 saat perpanjangan waktu, yang total waktu bermainnya lebih dari 120 menit.
Ada yang menilai laga Argentina versus Prancis semalam salah satu grand final terbaik sepanjang Piala Dunia. Tidak juga. Tapi kalau dikatakan salah satu grand final paling dramatis, itu lebih tepat.
Sebab di babak pertama, tak ada pertarungan sengit. Justru berat sebelah, karena Prancis tampil buruk. Semua pemainnya seperti kena hipnotis, sering buat salah. Sementara pemain Argentina tampil prima, luar biasa.
Ketika kiper Prancis, Hugo Lioris, tergeletak di menit awal akibat ditabrak Cristian Romeo, sebuah tanda Prancis bermasalah. Sepertinya, plot drama kisah sedih bakal menimpa pendukung Ayam Jantan. Dan itu terjadi.
Sepanjang babak pertama, Prancis jadi pesakitan, diacak-acak oleh Messi dan kawan-kawan. Itu karena Argentina unggul di semua lini, khususnya di lapangan tengah. Maklum tim Tango punya tiga gelandang petarung - Rodrigo De Paul, Enzo Fernandez, Alexis Mac Allister.
Trio gelandang itu terus menekan, tidak memberi lawan bebas. Setiap bola direbut, dikirim ke Messi, untuk diteruskan ke striker Julian Alvarez dan Angel Di Maria, atau ke para gelandang yang tiba-tiba naik sampai atas. Aktratif, sumpah menakutkan.
Praktis trio gelandang Prancis - Antoine Griezmann, Adrian Rabiot, Aurelien Tchouameni - tak berkutik kalah telak. Apalagi tak ada bantuan dari dua bek sayap Theo Hernandez dan Jules Kounde, yang sibuk menjaga daerahnya.
Itulah penyebab trio serang Prancis - Mbappe, Olivier Giroud, Ousmane Dembele - cuma bisa lari-lari kosong, tak pernah dapat umpan manis. Data mencatat di babak pertama, Prancis tak ada satu pun shot on target maupun shot off target. Itu parah banget.
Setelah Argentina unggul 2-0, Didier Deschamps baru sadar. Dia menarik Giroud dan Dembele, masuk dua gelandang sayap, Marcus Thuram dan Randal Kolo Muani. Deschamps ingin merebut lini tengah dengan lima pemain, menempatkan Mbappe sendirian di depan.
Taktik Deschamps sedikit berjalan tapi belum mengimbangi dominasi Argentina. Di menit ke-71, Deschamps menarik Griezmann dan Hernandez, masuk tenaga muda Kingsley Coman dan Eduardo Camavinga. Prancis berubah, bisa merebut lini tengah, mulai total menyerang.
Pelatih Argentina, Lionel Sebastian Scaloni, terlambat sadar. Dia terlalu pelit mengganti pemain. Hanya mengganti Di Maria dengan Marcos Acuna. Sementara lawan sudah memasukkan empat pemain fresh. Dan Scaloni menerima ganjaran, Mbappe mencetak dua gol balasan, menit 80 dan 81.
Plot drama berbalik. Selama skor 2-2, pendukung Argentina menjadi pesakitan dan tersiksa. Sebaliknya pendukung Prancis, termasuk Presiden Emmanuel Macron, yang tadinya muram, sontak bersorak riang. Tak menduga Prancis bisa membalas.
Memasuki perpanjangan waktu, Scaloni tak mau berbuat salah lagi. Dia memasukkan lima pemain fresh: Gonzalo Montiel, Leandro Paredes, Lautaro Martinez, German Pezzella, dan Paulo Dybala.
Keputusan Scaloni tepat. Pendukung Argentina kembali histeria menyambut gol Messi di menit ke- 108. Tapi 10 menit kemudian kembali terdiam, giliran pendukung Prancis jingkrak-jingkrak menyambut gol tendangan penalti Mbappe.
Drama lain, Prancis punya peluang 99% buat gol, dan menang 4-3 pada menit ke 120+3, memasuki detik-detik laga berakhir. Itu pada moment Kolo Muani melepaskan tendangan voli keras, tapi bola terkena kaki kiper Emiliano Martinez.
Kita pun tahu skor akhir imbang 3-3, lalu laga diselesaikan lewat puncak drama, adu penalti. Argentina menang 4-2. Mesti diakui, Messi dan kawan-kawan layak menang.
Kawan saya bilang: Semalam, Argentina dilindungi arwah Maradona. Kawan satu lagi lebih dalam: Semalam Tuhan 'singgah' di Argentina. Kun Fayakun... semua terjadi sesuai kehendakNYA. Hahahahaa.
- Penulis: Reva Deddy Utama, Wartawan, Pemerhati Sepak Bola
Load more