Idrissa Gana Gueye kembali tampil untuk Paris Saint-Germain (PSG) pada pertandingan penutupan Liga Prancis, Sabtu malam waktu Eropa atau Ahad (22/05/2022) dini hari WIB. Gana Gueye bermain mulai menit 79, menggantikan Marco Verratti, saat timnya sudah unggul 5-0 atas tim yang terdegradasi, Metz.
Di rumah sendiri, Stadion Parc des Princes, PSG main dengan memakai jersey utama, warna biru tua. Nomor punggung pun kembali ke warna asal, putih terang, bukan lagi bermotif pelangi seperti yang tertera pada sepekan sebelumnya, sewaktu tim asal Paris menang 4-0 saat bertandang ke Montpellier.
Sewaktu menang di Montpellier, squad PSG memakai kostum kedua berwarna putih. Gana tidak masuk dalam daftar susunan pemain meski ia ikut berangkat dari ibukota Prancis. Pelatih Mauricio Pochettino mengatakan, gelandang Senegal “harus meninggalkan tim karena alasan pribadi. Tapi ia tidak cedera”.
Media Prancis mengungkapkan, “alasan pribadi” ialah sikap Gana Gueye yang tidak sudi mengenakan nomor punggung berwarna pelangi. Ia tidak ingin terlibat menyetujui gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender), yakni perilaku seksual menyimpang yang terlarang dalam agama apa pun.
Sebagai pemain Muslim taat, Idrissa Gana Gueye berusaha menjalankan perintah agama Islam yang mengharamkan hubungan kelamin sejenis. Ia sudah menunjukkan prinsipnya pada musim sebelumnya, 2020-2021, saat Gana juga absen pada pertengahan Mei karena tidak ingin larut dalam gerakan LGBT.
Koleganya di tim nasional Senegal berbaris menyampaikan dukungan bagi Gana Gueye. Melalui akun media sosial, para pemain The Liones, seperti Ismaila Sarr dan Cheickou Kouyate pun dengan gagah berani mengambil risiko kemungkinan mendapat tekanan dari Liga Inggris, tempat mereka berkarier.
Dukungan moral terbesar datang dari Presiden Senegal, Macky Sall. Bila memakai ukuran demokrasi, tutur Sang Presiden, seharusnya publik juga harus menghormati sikap Gana yang patuh menjalankan perintah agamanya, tidak hanya menuntut tiap dan semua orang untuk menerima kehendak golongan.
"Saya mendukung Idrissa Gana Gueye. Keyakinan agamanya harus dihormati," tulis Presiden Senegal dalam sebuah posting Twitter, bersamaan dengan penggalangan dukungan moral di kalangan pemain sepakbola Afrika di Eropa bagi Gueye berupa penyebaran kalimat bertanda pagar “WeAreAllIdrissa”.
Gueye belum berkomentar secara terbuka tentang kontroversi kostum bernomor pelangi. Namun RMC Sport mengungkapkan, mantan pemain Everton sudah menghadap Dewan Etik Nasional Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) untuk menjelaskan dugaan boikotnya terhadap pertandingan PSG di Montpellier.
Tak ada alasan tepat untuk menjatuhkan sanksi. Idrissa Gana Gueye kembali tanding pada pekan penutup Ligue 1 dan ikut merayakan sukacita PSG menjuarai Liga Prancis. Sepanjang musim 2021-2022 sampai pekan 38, ia bermain 26 kali di Liga Prancis dan menyumbang tiga gol bagi Les Parisiens.
Pemakai nomor 27 hanya absen memperkuat Les Parisiens ketika mendapat izin untuk membela tim nasional negaranya hingga Senegal jadi juara Piala Afrika 2021 atau karena ia cedera dan sekali untuk mempertahankan keyakinannya yang tidak mau mendukung gerakan sekte seksual yang menyimpang.
Simpati tidak datang hanya dari sesama pesepakbola. Editor media ternama Inggris, Daily Mail, pun menulis artikel yang menyatakan sepakbola tidak boleh menerapkan standar ganda, menginginkan pelaksanaan satu sikap tapi melarang prinsip moral lain, apalagi yang berkaitan dengan ajaran agama.
“Idrissa Gueye TIDAK seharusnya dipaksa memakai kostum pelangi. Ia seorang Muslim taat yang datang dari negara yang meyakini homosexuality ialah tindakan yang salah,” tulis Martin Samuel. “Mengapa pula sepakbola tidak senang bila individu-individu memiliki pendapat dan pandangan sendiri?”
Bukan hanya dari kalangan sepakbola, dukungan juga datang dari atlet cabang olahraga lain. Pemain rugby Australia, Israel Folau, mengingatkan pengalamannya sendiri ketika ia menentang pemaksaan untuk menerima “gerakan masif perilaku seksual yang menyimpang dari kondisi kodrati dan alami”.
Israel Folau lahir di New South Wales dari keluarga keturunan Tonga di Pasifik, daerah yang mayoritas penduduknya menganut agama Kristen. Sebagai seorang Kristiani fundamentalis, ia pun meyakini bahwa homosexual ialah perilaku yang menjerumuskan pelaku ke penyakit fisik, mental dan kelak neraka. (raw)
Load more