Jakarta, tvOnenews.com - Tiga pemain keturunan Timnas Malaysia diketahui menolak mentah-mentah tawaran naturalisasi dari Asosiasi Sepak Bola Malaysia (FAM).
Fenomena naturalisasi pemain keturunan ini kerap menjadi sorotan dalam dunia sepak bola, termasuk di kawasan Asia Tenggara.
Program naturalisasi memungkinkan pemain keturunan bisa berkontribusi untuk membela negara leluhurnya.
Meski legal menurut aturan FIFA, proses ini memiliki regulasi ketat. Namun, Timnas Malaysia kerap dikecewakan oleh pemain-pemain yang memilih negara lain, meski diklaim memiliki darah Negeri Jiran.
Berbeda dengan Timnas Indonesia, di bawah pelatih Shin Tae-yong, Timnas Garuda sukses menarik pemain-pemain keturunan untuk bergabung, menjadikannya salah satu kekuatan baru di Asia Tenggara.
Bagaimana kisah penolakan di Malaysia dan keberhasilan program naturalisasi di Indonesia?
1. Isaac Hayden (Jamaika)
Gelandang Newcastle United ini lahir di Inggris, dengan ayah berdarah Jamaika dan nenek yang diklaim memiliki keturunan Malaysia.
Meski memenuhi syarat untuk membela Harimau Malaya, Hayden memilih memperkuat Timnas Jamaika. Penolakan ini menjadi tamparan bagi publik Malaysia yang berharap kedatangannya memperkuat lini tengah mereka.
2. Ethan Wheatley (Inggris)
Wonderkid Manchester United ini sempat dikaitkan dengan Timnas Malaysia melalui garis keturunan neneknya.
Namun, Wheatley secara tegas memilih fokus membangun karier di Liga Inggris dengan harapan membela Timnas Inggris di masa depan. Keputusan ini membuat Malaysia kehilangan talenta muda potensial.
3. Naim Garcia (Spanyol)
Pemain kelahiran Madrid ini menerima tawaran langsung dari FAM, namun menolaknya tanpa ragu.
Bermain untuk CD Leganes di Liga Spanyol, Garcia lebih berambisi membela Timnas Spanyol dibandingkan mengambil peluang bersama Harimau Malaya.
Meskipun kiprahnya belum mencuri perhatian, keputusan ini mencerminkan kepercayaan dirinya terhadap peluang di Eropa.
Dalam konteks ini, Timnas Malaysia menghadapi tantangan besar dalam merekrut pemain keturunan.
Penolakan yang terjadi mencerminkan kurangnya daya tarik atau visi yang mampu meyakinkan pemain untuk bergabung.
Di sisi lain, Indonesia di bawah kepemimpinan Shin Tae-yong memiliki pendekatan berbeda yang lebih efektif.
Shin Tae-yong memainkan peran penting dalam proses naturalisasi pemain di Indonesia. Ia tidak hanya mendatangkan pemain keturunan seperti Jordi Amat, Elkan Baggott, dan Sandy Walsh, hingga Kevin Diks.
Akan tetapi pelatih asal Korea Selatan itu juga memberikan mereka peran signifikan dalam skuad Garuda. Pendekatan ini menciptakan rasa percaya diri dan keterikatan emosional pada pemain.
Selain itu, proses naturalisasi di Indonesia dipadukan dengan rencana jangka panjang untuk membangun tim nasional yang kompetitif.
Shin Tae-yong secara aktif terlibat dalam komunikasi dengan pemain-pemain Eropa yang memiliki darah Indonesia, menjelaskan visi besar yang tengah dibangun.
Hal ini menjadi daya tarik bagi pemain untuk memilih Indonesia.
Sebaliknya, Malaysia kerap terlihat lebih reaktif dalam merekrut pemain keturunan, tanpa memberikan gambaran jelas tentang peran mereka di tim.
Akibatnya, pemain lebih memilih negara lain yang menawarkan prospek lebih menjanjikan.
Keberhasilan Indonesia dan kegagalan Malaysia dalam menarik pemain keturunan menunjukkan pentingnya pendekatan yang strategis dan terencana.
Shin Tae-yong membuktikan bahwa visi jangka panjang yang jelas dapat menarik pemain berkualitas untuk membela Garuda.
Di sisi lain, Malaysia perlu memperbaiki strategi agar mampu bersaing dalam merekrut pemain keturunan berbakat di masa depan. (dwi/rda)
Load more