Hal ini berbeda jauh dengan kondisi di Eropa yang lebih maju kultur sepak bolanya. Menurutnya kompetisi untuk anak-anak dengan sistem liga sudah dimulai sejak usia delapan tahun, sehingga para talenta-talenta muda ini sudah terbiasa di laga kompetitif.
"Saat saya bekerja, masalahnya sama di sini karena masalahnya adalah anak-anak di sini mulai bermain terlalu terlambat. Saya selalu membandingkan, anak saya sekarang di Eropa. Mereka mulai bermain pada usia delapan tahun. Mereka sudah punya liga lokal. Jadi mereka bermain dalam pertandingan kompetitif," ujarnya.
Jika mengacu pada kompetisi di Indonesia saat ini, liga untuk anak-anak baru dimulai pada usia U-16, dalam kompetisi Elite Pro Academy. Menurutnya anak-anak sudah harus bermain di laga kompetitif dengan sistem liga sejak dini dan tampil sekitar 30 laga setiap tahunnya.
"Maka ketika pemain berusia 16 atau 18, masa sudah memiliki 250 atau 300 pertandingan kompetitif. Jadi inilah mengapa anak-anak lokal di sini tertinggal. Dan juga jumlah jam latihan," tutur pelatih Persib asal Kroasia ini.
Banyaknya jumlah laga kompetitif sejak dini dinilai Bojan akan banyak mengasah kemampuan anak-anak. Bukan hanya dari aspek skill, tapi bagaimana cara mereka berpikir cepat ketika berada dalam tekanan dan cara mengambil keputusan.
"Anda akan menemukan bahwa mereka sebenarnya jauh tertinggal secara teknis dan taktis. Masalah yang pertama, jika anda melihat pemain-pemain di Eropa, bagaimana mereka menerima, bagaimana saat mengoper bola. Ini teknik yang penting," jelasnya.
"Pemain Indonesia terkadang selalu butuh sentuhan ekstra. Sentuhan ekstra membuat lawan punya waktu tambahan untuk menekan anda. Ini masalah dasarnya. Inilah mengapa di usia muda kita tak bisa mengejar Eropa dan Amerika Selatan. Jadi ini adalah masalah terbesar," pungkas Bojan Hodak.
Load more