Hasani mengatakan banyak masalah di industri sepakbola, misalnya masih banyak stadion yang belum standar FIFA, tetapi tetap digunakan menggelar pertandingan sepakbola yang dihadiri ribuan penonton.
"Secara kasat mata banyak stadion belum layak. Karena klub tidak punya stadion, yang punya pemerintah daerah (Pemda), dan Pemda tidak tahu kebutuhan klub. Menurut Pemda sudah bagus tetapi dari sisi klub belum cukup, terutama security FIFA belum memenuhi standar," kata Hasani.
Hingga saat ini, Hasani menyebut, hanya Bali United (BU) yang menggunakan sistem kontrak untuk mengelola stadion. BU mengambil hak pengelolaan Stadion I Wayan Dipta, milik pemerintah daerah dengan sistem kontrak jangka panjang.
"Itu pun bukan pemilik stadion tapi hanya mengelola stadion jangka panjang. Saat ini sepakbola masih pakai izin keramaian, bukan izin industri. Izin keramaian tidak ada kepastian bagi investor. Ini membuat tak ada klub atau investor yang mau bikin atau kelola stadion," ujar Hasani Abdulgani.
"Kalau Liga di luar negeri, jadwal setahun sebelumnya sudah ada, jadi pemilik klub berani bangun atau kelola stadion. Di sini walau LIB sudah keluarkan jadwal, namun saat mau pertandingan masih harus izin keramaian lagi,” kata Hasani.
Sebagai langkah lanjutan, Hasani Abdulgani menyarankan perubahan model perizinan. Anggota Exco PSSI mengatakan, izin keramaian memakai dasar hukum berbeda, dengan pertimbangan berdasarkan berbahaya atau tidak sebuah kegiatan bagi publik.
Load more