Maradona berada pada kurun masa terbaiknya, masa emas sebagai pesepakbola. Lelaki kelahiran 30 Oktober 1960 mendekati umur seperempat abad. Dalam usia 25 tahun, El Diego sudah mengalami tempaan di level klub pada dua kompetisi utama Eropa, di Barcelona dan Napoli di Spanyol dan Italia.
Sesudah menjadi juara pada tiga kejuaraan di Spanyol sepanjang musim 1982-1983, yakni Copa del Rey, Copa de La Liga, dan Supercopa de Espana, Maradona terjatuh pada kesulitan besar karena cedera. Ia juga bertikai dengan petinggi Barcelona hingga memilih pergi mengejar tantangan lebih besar di Italia.
Datang ke klub kecil Napoli, Diego memupuk kepercayaan diri sendiri dan masyarakat sekitar. Setelah beberapa kali membawa timnya menjadi pengancam serius dalam merebut scudetto Serie A Liga Italia, Maradona ingin meyakinkan pendukungnya di level klub dengan cara lebih sulit di tingkat internasional.
El Pibe de Oro atau Si Anak Emas seperti menyembunyikan kekuatannya pada pertandingan pertama Piala Dunia 1986. Dalam kepungan dan tendangan bertubi-tubi pemain Korea Selatan, El Pelusa atau Si Ikal Maradona berperan sebagai pengatur permainan hingga Argentina menang 3-1 atas wakil Asia.
Masih panas karena rasa penasarannya di Serie A, Maradona seolah menghadapi lawan lain bagi Napoli ketika ia memimpin Argentina melawan Italia pada pertandingan kedua Grup A Piala Dunia 1986. Gol indah Si Nomor 10 sudah cukup untuk memenangkan Albiceleste atas Azzurri dengan skor kecil, 1-0.
Kemenangan 2-0 atas Bulgaria memperkokoh kedudukan Argentina sebagai juara Grup C. Maju ke putaran 16, Maradona menggiring teman-temannya menghadapi tetangga serumpun, Uruguay. Gol tunggal kawan sekamarnya, Pedro Pasculli, mendorong La Seleccion menang 1-0 dan maju ke 8 Besar.
Setelah Pasculli kembali ke kamarnya dan tidak mendapat kesempatan main lagi, Diego menenangkan kawannya dengan melanjutkan aksi tunggalnya. Pertunjukan individu Maradona pada perempat-final abadi dalam ingatan penggemar sepakbola setelah ia membuat dua gol brilian ke gawang Inggris.
Gol Tangan Tuhan dan Kaki Dewa Maradona mendepak Inggris dengan skor 2-1. Meski gol pertamanya kontroversial dan gol keduanya sensasional, dunia tidak bisa lagi mengabaikan sihir pemain terbaik. Dan El Mago melanjutkan aksi-aksi magisnya pada pertandingan selanjutnya, saat Argentina melawan Belgia.
Menang 2-0, dua gol berkelas khas Diego Armando Maradona meluncurkan Tim Tango ke partai final untuk bertemu musuh kuat pada 29 Juni 1986 di Mexico City, ibukota Mexico. Seperti Argentina, Jerman juga menang 2-0 atas Prancis pada semi-final dan percaya diri untuk memainkan pertandingan terakhir.
Hingga kini, banyak penggemar sepakbola menilai final Piala Dunia 1986 sebagai pertandingan puncak terbaik di kejuaraan tertinggi FIFA. 29 Juni 1986, Argentina mengerahkan kekuatan untuk mengungguli Jerman dengan awalan yang tak terduga, gol internasional perdana dalam karier bek Jose Luis Brown.
Sampai wafatnya pada 12 Agustus 2019, Jose Brown tidak pernah lagi membuat gol untuk Argentina. Tapi sundulannya terhadap freekick Jorge Burruchaga sangat penting untuk membuka keunggulan squad Carlos Bilardo atas tim Franz Beckenbauer pada babak pertama final di Stadion Azteca, Mexico City.
Babak kedua, giliran striker Jorge Valdano unjuk peran. Gol keempat Valdano sepanjang turnamen telah membesarkan Argentina untuk merebut gelar juara Piala Dunia yang kedua sesudah 1978 di negeri sendiri. Tapi Jerman menunjukkan citranya sebagai tim yang lambat panas tapi kemudian mengganas.
Dalam 20 menit terakhir, Jerman menyusul. Dua striker bergantian membuat gol penyeimbang. Kapten Karl-Heinz Rummenigge menyambar bola di depan gawang kiper Nery Pumpido pada menit 74. Dengan cara hampir sama, dari skema sepak pojok, striker pengganti, Rudi Voeller, telah menyamakan skor 2-2.
Cuaca panas jam 12 siang di Mexico City membakar 114.600 penonton di dalam stadion. Dalam sekejap, hanya tiga menit dari gol Voeller, ledakan hebat terjadi. Diego Maradona menerobosan bola cerdas kepada Jorge Burruchaga yang mematikan perlawanan Jerman dan memberi kemenangan Argentina.
29 Juni 1986, asistensi brilian kapten Diego Armano Maradona Franco menjadi peluncur jalan Albiceleste ke gerbang sejarah. Menang 3-2 atas Jerman di final, Argentina merebut trofi paling bergengsi di jagat, World Cup alias Piala Dunia, dan menjelma sebagai juara lagi, untuk kali kedua sesudah 1978. (raw)
Load more