Jakarta, tvOnenews.com - Mantan kapten Timnas Indonesia sekaligus pemain legenda, Firman Utina ungkap pelajaran penting yang bisa diambil dari Timnas Jepang, dan soal kinerja dari Shin Tae-yong.
Firman Utina merupakan legenda sepak bola tanah air dengan karier menjulang, baik bersama klub maupun ketika berseragam Timnas Indonesia.
Pria kelahiran Manado 15 Desember 1981 ini pertama kali dikenal ketika bermain untuk Persita Tangerang pada tahun 2001 usai tampil memukau di klub tanah kelahirannya, Persma Manado.
Firman Utina saat berseragam Pelita Jaya. (Instagram/firmanutina1515)
Persita Tangerang menjadi awal Firman Utina dikenal sebagai gelandang tengah terbaik yang dimiliki Indonesia.
Bergabungnya Firman ke Persita Tangerang juga tidak lepas dari jasa Benny Dollo. Sehingga hubungan keduanya pun tak terpisahkan hingga di level timnas senior.
Terbukti ia dilirik banyak klub-klub besar di Indonesia, ia pernah memperkuat Arema Malang, Pelita Jaya, Persija Jakarta, Persib Bandung hingga Sriwijaya FC.
Kemudian, Firman Utina juga pernah membawa Persib Bandung juara Liga Super Indonesia tahun 2014, dan Piala Presiden 2015.
Untuk level Timnas Indonesia, Firman Utina sering menjadi langganan terutama masa kepelatihan Benny Dollo, bahkan dipercaya juga sebagai kapten.
Pemain yang pensiun di Bhayangkara FC ini juga pernah terpilih sebagai menjadi pemain terbaik Indonesia dan Piala AFF.
Firman Utina ungkap pelajaran penting dari Timnas jepang
Firman Utina menceritakan soal perkembangan sepak bola Jepang, yang mana bisa diambil pelajaran buat Timnas Indonesia dalam melangkah ke depannya.
"Indonesia pernah mengalami hal ini pada tahun 90 kalau gak salah, tapi di pra Piala Dunia, tahun 90 jamannya om Rully Nere, zaman itu pernah ketemu Jepang, terakhir mungkin," ungkapnya dilansir dari Youtube Sport77 Official.
"Di era itu Indonesia pernah tahan imbang Jepang 0-0, yang artinya saya mengatakan bahwa kalau mau dilihat sejarah, kita pernah ketemu tim Jepang itu sendiri," tuturnya.
Meski permainan dan visi Jepang yang dulu, berbeda dengan skema permainan Jepang yang sekarang di bawah asuhan Hajime Moriyasu.
Namun, memiliki target lebih besar ke depannya.
"Karena Jepang sekarang itu sudah mempunyai kalender long term di tahun 2025 dia angkat Piala Dunia, dia menjuarai di situ," ujarnya.
Berdasarkan pengamatan dari Firman Utina, perkembangan sepak bola Jepang itu sangat berkembang pesat.
"Bukan dari antar akademi bahkan, sejarah Jepang dia membangun sepakbolanya itu makan dari antar sekolah, antar mahasiswa, Liga Mahasiswa dibuat yang akhirnya dia menemukan pemain-pemain hebat sekarang yang ada di Jepang." tuturnya.
"Saya rasa bahwa tinggalkan ego, pahami taktikal yang diinginkan oleh Coach Shin Tae-yong, kita bisa berbuat sebelum Jepang, apa motivasi kita adalah sudah pernah bermain dengan Argentina di kandang," jelasnya.
Timnas Indonesia vs Argentina. (AFA)
Terlebih timnas Argentina saat itu baru saja menjuarai Piala Dunia 2022 Qatar.
Firman Utina mengungkapkan kita bisa seperti Jepang, dan yang harus diutamakan serta dibangun lagi saat ini adalah mental.
Di luar dari taktik, skill, dan fisik dari pemain timnas Indonesia
"Mentality yang kuat, karena sepak bola beda dengan olahraga lain, yang dibatasi net, segala sesuatu kadang terjadi di situ dipancing emosi dan lain-lain, karena segala statistik, segala analisis itu sudah dari tim Jepang," paparnya.
"Mereka sudah mengenali sepak bola Indonesia sudah jauh-jauh hari, banyak talent scouting Jepang yang datang ke Indonesia, berarti bukan mereka mau ajak kerja sama dengan kita, dia ingin mencari info sepak bola Indonesia seperti apa," ujarnya.
Menurut Firman Utina, tren ini sudah terjadi dalam 2 sampai 3 tahun ke belakang, bahkan banyak akademi yang didatangi untuk diajak bekerja sama dengan talent scouting dari Jepang.
Kemudian, Firman Utina menceritakan perbedaan timnas Indonesia di jamannya dengan masa pelatih Shin Tae-yong.
"Dulu sepak bola di eranya kami, itu hanya mengandalkan teknik, skill, dan fisik aja pada tahun-tahun itu," ungkapnya.
"Kemudian di era sekarang, Coach Shin Tae-yong datang, Luis Milla datang, banyak pelatih-pelatih top datang ke Indonesia. Maka ditambah dengan taktik, jadi sepak bola sekarang itu penuh taktik," tandasnya.
Firman mengatakan di era dia mengandalkan fighting spirit, dan Ivan kolev saat itu sangat mengandalkan atau lebih mengutamakan fisik.
"Mempunyai taktik hanya 2 pilihan, attacking dan defending pada saat itu, sekarang itu ditambah dengan transisi, baru memahami." tutupnya (ind)
Baca artikel terkini dari tvOnenews.com selengkapnya di Google News, Klik di sini
Load more