tvOnenews.com - Perdebatan terjadi mengenai gol timnas Indonesia U-23 ke gawang Uzbekistan yang dilesakkan oleh Muhammad Ferarri, namun dianulir oleh wasit Shen Yinhao di semifinal Piala Asia U-23 2024, Senin (29/4).
Banyak pihak yang tidak menerima keputusan wasit asal China tersebut, yang berpendapat bahwa gol itu perlu dianulir karena Ramadhan Sananta berada dalam posisi offside sebelum memberikan bola kepada Ferarri.
Gol tercipta ketika lemparan ke dalam Pratama Arhan terpantul lagi kepada sang bek kiri timnas Indonesia U-23, yang kemudian mengirimkan umpan ke kotak penalti.
Bola diterima oleh Ramadhan Sananta, yang kemudian memberikannya kepada Muhammad Ferarri untuk kemudian dikonversi menjadi gol pada menit ke-61.
Skor masih 0-0 pada saat itu dan harapan Garuda Muda untuk lolos ke final Piala Asia U-23 2024 terbuka lebar.
Namun demikian, wasit Shen Yinhao kemudian menganulir gol tersebut setelah melihat ulang melalui VAR, dan memutuskan bahwa Ramadhan Sananta berada dalam posisi offside.
Ramadhan Sananta offside (Gambar: AFC)
Keputusan Shen Yinhao diprotes oleh banyak pihak, umumnya pendukung timnas Indonesia U-23, namun eks wasit FIFA asal Indonesia, Jimmy Napitupulu, berpendapat bahwa sang wasit telah mengambil keputusan yang benar.
"Kalau kita lihat keputusan wasit itu betul, yang mana yang mau dibicarakan, kartu merah atau gol yang dianulir," kata Jimmy Napitupulu dari program Breaking News di tvOne, Senin (29/4/2024).
"Tadi yang dilakukan Sananta tadi adalah offside interfering with opponent, sehingga wasit VAR merekomendasi wasit lapangan untuk on-field review, sehingga wasit meminta sudut pandang untuk melihat pemain kita lihat ada di posisi offside, ternyata di kaki, itu keputusan betul," kaya Jimmy.
Berdasarkan peraturan, jika memang satu kaki Sananta sudah berada di belakang garis, maka keputusan Shen Yinhao memang benar.
Namun demikian, eks pelatih Arsenal, Arsene Wenger, berpendapat bahwa insiden semacam tersebut bukanlah offside.
Arsene Wenger (Gambar: Arsenal)
Pada 2021, Arsene Wenger mengusulkan ide tentang perubahan peraturan offside, bahwa sesuatu insiden dinyatakan offside jika hanya seluruh badan pemain berada di belakang pemain terakhir di garis pertahanan.
Wenger berpendapat bahwa jika hanya sedikit kaki saja, seperti yang terjadi pada kasus Sananta, maka itu bukanlah offside, dan karena itu gol harus disahkan.
Peraturan Offside ala Wenger (Gambar: 433)
Ide Wenger ini terinspirasi dari temuan bahwa keputusan offside di Premier League akan terpangkas hingga setengahnya jika peraturan ini diberlakukan.
FIFA menerima ide tersebut pada 2023 dan segalanya dipertimbangkan mulai pada saat itu untuk dibahas bersama IFAB selaku penentu aturan bermain atau laws of the game sepak bola.
"Pada suatu waktu, tindakan harus diambil dan itu mungkin ditentukan bahwa dengan lima atau enam sentimeter maka tidak offside. Segalanya masih dipertimbangkan," kata seorang pejabat IFAB kepada media Spanyol, Marca.
Pertimbangan ini memungkinkan sepak bola untuk ditampilkan dengan lebih atraktif, karena mengurangi keputusan offside hingga setengah dalam satu pertandingan.
Sebagai contoh, jika dalam satu laga ada empat keputusan offside, maka peraturan ini akan memangkasnya menjadi dua saja.
Dengan demikian, jumlah gol akan meningkat dan permainan menjadi lebih ofensif. Gol-gol seperti yang dilesakkan Muhammad Ferarri ke gawang Uzbekistan akan disahkan.
"Kami sedang mempelajarinya karena kami ingin sepak bola menjadi lebih ofensif. Dalam 135 tahun sejarah sepak bola, peraturan ini hanya diubah dua kali," kata Presiden FIFA, Gianni Infantino.
"Arsene Wenger memberikan kami satu kemungkinan yang mana tidak ada offside jika hanya satu bagian tubuh dari seorang striker yang berada di belakang garis, namun sebagian tubuhnya yang bisa mencetak gol segaris dengan pertahanan. Dengan begini, maka kita akan menyaksikan permainan sepak bola yang lebih ofensif," katanya. (rda)
Load more